Apakah masuk akal kalau dikatakan bahwa kita penduduk dunia pada abad ke duapuluh ini bukanlah satu satunya makhluk hidup yang ada di alam semesta ini ? Oleh karena tidak ada musium yang dapat kita kunjungi, yang memamerkan makhluk dari planet lain, maka jawaban atas pertanyaan itu:
“Dunia kita ini adalah satu-satunya planet yang dihuni manusia” agaknya masih merupakan jawaban yang resmi dan meyakinkan. Tetapi setelah kita menyelidiki hasil penemuan dan penelitian terakhir, maka pertanyaan seperti itu akan semakin banyak jumlah dan ragamnya.
“Di malam hari yang cerah dengan mata telanjang, orang akan dapat melihat kira-kira 4.500 bintang”, demikian dikatakan para astronom. Tetapi dengan menggunakan teleskop dari observatorium terkecil akan tampak hampir 2.000.000 bintang, sedangkan teleskop pantul yang modern dapat menampakkan cahaya dari ribuan juta bintang lebih kepada pengamat, yang berupa bintik-bintik cahaya dari bimasakti. Tetapi kalau dibandingkan dengan besarnya dimensi alam semesta ini, susunan bintang-bintang yang kita lihat itu hanya merupakan bagian terkecil dari susunan bintang-bintang lainnya yang luasnya tak terbandingkan lagi. Jadi dapat dikatakanbahwa bima sakti kita itu hanya merupakan suatu kelompok kecil dari bima sakti yang terdiri dari kira-kira duapu luh galaksi atau lebih, yang tersebar dalam radius 1.500.000 tahun cahaya. (1 tahun cahaya = jarak yang ditempuh cahaya dalam waktu satu tahun yakni: 60 x 60 x 24 x 365,25 x 300000 Km). Kelompok bintang yang besar inipun akan kecil pula adanya kalau dibandingkan dengan ribuan nebula, yaitu sekelompok bintang yang nampak dengan mata telanjang seperti kabut bercahaya; yang berbentuk spiral, seperti yang dapat dilihatdengan teleskop elektronik. Saya ingin menegaskan di sini, bahwa kalau pun dikemukakan pada zaman
sekarang, penelitian semacam ini barulah merupakan permulaan semata.
Menurut taksiran astronom Harlow Shapley, dalam daya jangkau fokus teleskop kita terdapat sekitar sepuluh pangkat dua puluh bintang. Kalau Shapley menghubungkan suatu susunan planet hanya dengan satu dalamseribu bintang, maka kita dapat menganggap taksiran itu sebagai suatu taksiran yang dibuat dengan sangat hati-hati. Kalau kita teruskan spekulasi kita atas dasar taksiran ini, dan mencurigai bahwa kondisi yang tidak memenuhi syarat untuk adanya kehidupan hanya pada sebuah bintang dalam tiap seribu bintang,maka perhitungan itu masih akan memberikan bilangan sepuluh pangkat empat belas. Shapley bertanya:
“Berapa banyaknya bintang dari bilangan ‘ Astronomis” ini yang mempunyai udara memenuhi syarat bagi kehidupan ? Satu dalam seribu?” Tokh masih luar biasa yakni sepuluh pangkat sebelas bintang mempunyai persyaratan untuk kehidupan. Bahkan kalau misalnya saja hanya pada tiap planet yang keseribu dari jumlah itu terdapat kehidupan, masih akan terdapat 100.000.000 planet di mana kita masih mengspekulasikan akan adanya kehidupan. Perhitungan ini dibuat berdasarkan pengamatan dengan penggunaan teleskop yang menggunakan tehnik mutakhir. Tetapi kita jangan lupa, bahwa teleskop-teleskop itu terus-menerus diperbaiki.
Jika kita ikuti hipotesa biokimiawan Dr. Stanley Miller, maka dapat disimpulkan bahwa kehidupan dan syarat syaratnya yang diperlukan; di mana pada sebagian dari sejumlah planet itu, te lah dapat berkembang lebih pesat dari pada di atas bumi kita ini. Jika kita terima asumsi yang amat berani ini, maka dapat disimpulkan bahwa peradaban pada 100.000 planet adalah jauh lebih maju dari pada di atas bumi kita ini.
Mendiang Willy Ley penulis ilmiah yang terkenal itu, dan teman dari Wernher Von Braun mengatakan kepadasaya di New York: “Banyaknya bintang di bima sakti kita saja di taksir ada 30 milyar buah. Assumsi bahwa bimasaksi kita berisi 16 milyar susunan planet masih dianggap dapat diterima oleh para astronom masa kini. Kalau kita sekarang mencoba mengurangi jumlah itu sebanyak mungkin dan memisalkan jarak antara susunan susunan planet itu diatur sedemikian rupa sehingga di antara seratus, hanya satu planet yang mengorbit disekitar mataharinya masing-masing, maka masih akan terdapat 180 juta planet yang mampu mendukung kehidupan. Kalau kita misalkan lagi bahwa hanya satu planet di antara seratus yang memungkinkan adanya kehidupan itu benar-benar ada kehidupan di sana, maka masih akan terdapat 1,8 juta planet di mana terdapat kehidupan. Selanjutnya kita misalkan bahwa dari tiap seratus planet di mana terdapat kehidupan itu hanya pada satu planet saja terdapat makhluk hidup yang tingkat kecerdasannya sama dengan “homo sapiens”,
maka bima sakti kita masih mempunyai sejumlah 18.000 planet yang dihuni makhluk hidup seperti kita.
Oleh karena menurut perhitungan terakhir, dalam bima saksi kita terdapat 100 ribu juta bintang yang tetap tempatnya, maka angka yang di sebut Dr. Ley dengan hati-hati itu jauh di bawah kenyataan sekarang. Tanpa menyebut bilangan-bilangan fantastis atau memperhitungkan galaksi-galaksi yang belum dikenal, kita masihdapat menduga bahwa ada 18.000 planet yang terhitung dekat pada bumi kita di mana terdapat keadaan yang memenuhi persyaratan kehidupan seperti pada planet yang kita huni ini. Namun demikian kita masih dapat berspekulasi lebih lanjut, bila hanya satu persen saja dari 18.000 planet itu yang benar-benar dihuni oleh makhluk hidup, maka masih akan terdapat 180 buah planet yang bermakhluk hidup.
Tiada keraguan tentang adanya planet-planet yang serupa dengan bumi kita dan mempunyai campuran gasgas atmosfir, gravitasi, tetumbuhan bahkan mungkin margasatwa yang semuanya serupa dengan yang ada dibumi kita ini. Tetapi apakah perlu bagi planet-planet yang memungkinkan adanya kehidupan itu mempunyai persyaratan hidup yang segala-galanya sama seperti yang ada di bumi ini? Anggapan bahwa kehidupan hanya dapat tumbuh subur dalam keadaan seperti di bumi ini seka rang dengan adanya penelitian telah ketinggalan zaman. Salah sekali jika orang menduga bahwa ke hidupan tak mungkin tanpa air dan oksigen, sebab di bumi kita pun terdapat bentuk kehidupan yang tidak memerlukan oksigen, yakni yang di sebut bakteri-bakteri anaerobik. Oksigen dalam jumlah tertentu dapat meracuni bakteri-bakteri semacam ini. Mengapa tidak mungkin ada kehidupan yang lebih tinggi tingkatnya, yang tidak memerlukan oksigen?
Dengan adanya dorongan dari ilmu pengetahuan baru yang dicapai tiap hari, kita harus berusaha supaya alam pikiran kita tetap uptodate. Penyelidikan-penyelidikan yang paling mutakhir menunjukkan bahwa bumi kita ini adalah yang paing ideal, karena tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, airnya berlimpah-limpah; persediaan oksigennya tak terbatas, alamnya senantiasa di remajakan kembali oleh proses-proses organis.
Assumsi bahwa kehidupan hanya dapat ada dan berkembang di atas planet seperti bumi ini, sudah tak dapat dipertahankan agi. Menurut tafsiran, di bumi kita ini terdapat 2.000.000 jenis makhluk hidup. Dari jumlah ini,ditaksir (lagi-lagi ditaksir) hanya 1.200.000 yang telah dikenal secara ilmiah. Dari jumlah yang telah dikenal ini terdapat beberapa ribu yang menurut alam pikiran sekarang, seharusnya tidak mampu untuk hidup. Dasar pemikiran tentang kehidupan perlu dipertimbangkan kembali dan diuji lagi kebenarannya. Sebagai contoh misalnya orang menduga bahwa air yang diradioaktif akan bebas hama. Tetapi kenyataan membuktikan bahwa ada beberapa jenis kuman yang dapat menyesuaikan diri pada air maut yang ada di sekeliling reaktor nuklir. Eksperimen yang dibuat oleh Dr. Sandford Siegel kedengarannya mengerikan. Di dalam laboratoriumnya dia menciptakan keadaan atmosfir tiruan dari
atmosfir sekitar planet Jupiter, dan membiarkan bakteri dan tungau di dalamnya di mana sama sekali terasing dari segala syarat “kehidupan” yang sampai sekarang masih menjadi pegangan. Amoniak, methan dan hidrogen tak dapat mematikan bakteri dan tungau ini.
Eksperimen-eksperimen yang dibuat oleh Dr. Howard Hinton dan Dr. Blum dari Bristol University sama-sama memberikan hasil yang mengejutkan. Kedua sarjana ini telah mengeringkan sejenis unggas beberapa jam lamanya dalam suhu 100 C, yang segera setelah itu dicelupkan ke dalam helium cair, yang sebagaimana kita ketahui dingin sekali sedingin ruang angkasa. Setelah diradiasi dengan kuat sekali, kemudian dikembalikan lagi kepada keadaan kehidupan yang normal; serangga itu ternyata dapat meneruskan fungsi biologis vitalnya dan sehat.
Kita juga pernah mendengar tentang adanya bakteri-bakteri yang hidup di dalam gunung berapi, bakteri yang memakan batu-batuan, dan bakteri yang menghasilkan besi. Maka bertambah pulalah pertanyaan yang menunggu jawaban.
Eksperimen masih terus diadakan di pusat-pusat penelitian. Bukti-bukti baru yang menunjukkan bahwa kehidupan itu sama sekali tidak terikat ketat kepada persyaratan kehidupan yang ada di planet kita ini terus menerus bertambah. Berabad-abad sudah dunia kita ini berputar di sekitar hukum dan kondisi yang mengatur kehidupan di permukaan bumi. Keyakinan ini mengubah dan mengaburkan cara kita melihat keadaan.
Keyakinan ini menghalangi penglihatan para penyelidik ilmiah yang tanpa ragu-ragu telah menerima cara dan standar cara berpikir dalam memandang alam semesta ini.
Teilhard de Chardin akhli pikir yang membuka zaman baru itu berpendapat bahwa hanya yang fantastis saja yang dapat menjadi kenyataan di dalam kosmos. Kalau jalan pikiran kita berjalan lain dari pada yang biasa, ini berarti bahwa intelegensi di planet lain menggunakan kondisi kehidupan mereka sebagai patokan, dan sebagai norma. Kalau mereka hidup pada suhu 150-200 C, mereka akan mengira bahwa suhu di bawah 0 yang bagi kita dapat merusak kehidupan itu di planet lain malah disyaratkan untuk dapat hidup. Dan ini justru akan cocok dengan logika yang kita gunakan untuk membuat kegelapan masa lampau kita menjadi terang. Logika itu semata-mata berkat rasa harga diri kita dan berkat sifat kita yang serba rasionil dan serba obyektif.
Pada suatu waktu setiap teorl yang mengandung keberanian kadang-kadang dianggap khayalan ataupun suatu utopi. Betapa banyak khayalan yang sekarang sudah menjadi kenyataan sehari-hari.
Memang contoh-contoh yang dikemukakan di sini dimaksudkan untuk menunjukkan kemungkinan kemungkinan yang masuk akal. Namun demikian, sekali kemungkinan yang sebelumnya tak masuk akal itu terbukti nyata, dan memang akan menjadi kenyataan, maka segala rintangan akan roboh; dan kita akan sampai kepada suatu keadaan di mana tabir ketidak mungkinan itu oleh kosmos akan menjadi kenyataan, dan kita akan sampai kepada suatu keadaan di mana tabir ketidak mungkinan itu oleh kosmos akan dibuka lebar-lebar. Generasi mendatang akan menemukan segala jenis kehidupan yang sebelumnya tak pernah terimpikan dalam alam semesta ini. Sekalipun kita tidak akan mengalami semua itu, mereka harus menerima kenyataan bahwa mereka bukanlah satu-satunya intelegensi dan sudah tentu bukan intelegensi tertua dalam kosmos.
Alam semesta ini ditaksir telah berusia dua belas ribu juta tahun. Di bawah mikroskop, batu-batu meteor membuktikan adanya bekas zat organik di dalamnya. Bakteri yang telah berusia jutaan tahun bangun dan menunjukkan kehidupan baru. Spora-spora yang melayang-layang di ruang angkasa melintasi alam semesta dan kadang-kadang tertangkap oleh lapangan gravitasi dari sesuatu planet. Kehidupan baru telah berjalan dan berkembang dalam siklus abadi dari penciptaan selama berjuta-juta tahun.
Sekian banyak penelitian yang berhati-hati atas jenis batu-batuan dari segenap penjuru dunia, membuktikan bahwa kerak bumi ini telah terbentuk empat ribu juta tahun yang lalu. Dan dari segala apa yang diungkapkan oleh ilmu pengetahuan itu di antaranya diketahui bahwa sesuatu makhluk hidup yang menyerupai manusia telah ada sejak 1.000.000 tahun yang lalu. Dari masa satu juta tahun itu hanya 7.000 tahun saja yang dikenal sebagai sejarah hidup manusia. Itupun dicapai dengan banyak mengorbankan tenaga, petualangan dan sebagian besar karena kepenasaran. Tetapi apa artinya 7.000 tahun sejarah hidup menusia jika dibandingkan dengan ribuan juta tahun sejarah alam semesta ?
Kita telah membutuhkan waktu 400.000 tahun untuk mencapai kemajuan keadaan sekarang ini. Adakah orang yang dapat membuktikan secara kongkrit mengapa planet lain tidak dapat memberikan keadaan yang lebih menguntungkan bagi perkembangan intelegensi yang lain dari pada yang ada di muka bumi kita. Adakah alasan bahwa kita tidak mungkin mempunyai saingan di planet lain yang dapat menyamai atau melebihi kita?
Berhakkah kita untuk meniadakan kemungkinan ini? Yakni kemungkinan adanya saingan? Padahal sampai sekarang kita telah berbuat atau beranggapan demikian. Sampai sekarang kita telah beranggapan bahwa di planet lain tidak ada “saingan” kita. Beberapa kali sudah sokoguru kearifan kita ambruk remuk menjadi debu ?
Beratus-ratus generasi menduga bahwa dunia ini dulunya pipih. Hukum yang menetapkan bahwa matahari beredar mengitari bumi, tetap tak boleh dibantah selama ribuan tahun yang lalu. Kita masih tetap yakin bahwaunia kita ini adalah pusat dari segala-galanya, walaupun telah dibuktikan bahwa dunia ini hanyalah suatu bintang biasa semata yang besarnya tak berarti dan yang letaknya sejauh 30.000 tahun cahaya dari titik pusat bima sakti.
Telah tiba waktunya bagi kita untuk mengetahui kesepelean kita dengan jalan membuat penemuan-penemuan dalam kosmos yang belum terselidiki dan tak terbatas luasnya. Hanya dengan cara itulah nanti kita akan sadar bahwa kita ini bukan apa-apa melainkan hanya merupakan semut-semut dalam alam semesta yang amat luas ini. Namun demikian masa depan dan kesempatan-kesempatan kita terletak di dalam alam semesta itu di mana para dewa telah menjanjikannya. Jauh sebelum kita sempat melihat masa depan kita, kita harus sudah cukup kuat dan cukup berani untuk menyelidiki masa lalu kita dengan jujur dan adil.
REAKSI BANGSA PRIMITIF KETIKA KAPAL RUANG ANGKASA MENDARAT Dl BUMI
Julius Verne kakek dari semua penulis novel khayalan ilmiah itu telah menjadi penulis yang di terima oleh umum. Fantasi-fantasinya sudah bukan lagi khayalan ilmiah. Para astronot sekarang berkeliling dunia bukan
dalam tempo 80 hari melainkan dalam 86 menit.
Kita sekarang akan menguraikan apa yang mungkin akan terjadi pada suatu penerbangan imajiner dengan kapal ruang angkasa; namun penerbangan khayalan ini kemungkinannya untuk diadakan akan lebih pendek waktunya dari pada waktu yang diperlukan untuk menyingkat waktu perjalanan keliling dunia gagasan Julius
Verne, dari 80 hari menjadi perjalanan kilat 86 menit. Tetapi sebaliknya kita tidak menggunakan ukuran waktu yang sesingkat itu. Lebih baik kalau kita misalkan bahwa kapal ruang angkasa kita akan berangkat menuju ke suatu matahari yang belum dikenal, yang jauhnya membutuhkan waktu penerbangan 150 tahun. Kapal ruang angkasa itu ukurannya sebesar kapal Samudra zaman sekarang dan karenanya berat luncurnya akan seberat 100.000 ton dengan membawa bahan bakar seberat 99.800 ton. jadi berat perlengkapannya 200 ton. Tidak mungkin ?.
Kita telah mampu merakit kapal ruang angkasa sesuku demi sesuku sambil mengorbitkannya mengitari suatu planit. Namun dalam waktu kurang dari dua puluh tahun, hasil rakitan ini sudah tidak diperlukan lagi, karena ada kemungkinan bagi kita untuk menyiapkan sebuah kapal ruang angkasa raksasa yang akan diluncurkan ke bulan. Di samping itu, penelitian untuk membuat roket pendorong sedang berjalan dengan giatnya, mesinmesin roket mendatang akan digerakkan oleh tenaga nuklir dan akan bergerak dengan kecepatan yang hampir mendekati kecepatan cahaya.
Suatu metode baru yang hebat dalam peroketan yakni “roket photon” yang akan dicoba. Kemungkinan pelaksanaannya telah dibuktikan dengan mengadakan experimen uji fisik partikel-partikel utamanya satu demi satu. Bahan bakar yang dibawa oleh roket photon akan memungkinkan kecepatan roket mendekati kecepatan cahaya sedemikian rupa, sehingga efek dari relativitas, terutama variasi waktu antara tempat peluncuran dan kapal ruang angkasa dapat bekerja
sepenuhnya. Penembakan bahan bakar akan ditransformasikan menjadi radiasi elektromagnit dan di pancarkan dalam bentuk pancaran daya dorong yang berkelompok-kelompok dengan kecepatan cahaya. Secara teori kapal ruang angkasa yang diperlengkapi dengan daya dorong photon dapat mencapai kecepatan 99 persen dari kecepatan cahaya. Dengan kecepatan ini batas-batas pinggiran tata surya kita akan dapat didobrak.
Suatu khayalan yang benar-benar dapat membuat cita-cita menjadi kenyataan. Tetapi kita yang sekarang sedang ada di ambang abad baru hendaknya tidak lupa bahwa langkah-langkah kemajuan teknologi yang dialami kakek nenek kita seperti: “Kereta api, listrik, telegrap, mobil pertama, kapal udara pertama; cukup mengejutkan mereka pada waktu itu. Kita sendiri beberapa tahun atau beberapa puluh tahun yang lalu, baru untuk pertama kalinya mendengar musik lewat radio, melihat TV, berwarna, melihat peluncuran pesawat ruang angkasa, dan melihat para astronot Amerika benar-benar berjalan-jalan di permukaan bulan dan menerima berita serta foto-foto dari satelit yang sedang mengorbit mengitari bumi. Cucu dan cicit kita akan mengadakan wisata antar bintang dan mengadakan penyelidikan kosmos di Perguruan-perguruan Tinggi.
Mari kita ikuti penerbangan kapal ruang angkasa imajiner kita yang sedang menuju ke bintang yang tetap
tempatnya dan jauh. Barangkali akan lucu pula kalau kita mencoba membayangkan apa yang dilakukan awak kapal itu untuk menghilangkan waktu lama dalam penerbangan. Mengapa? Karena betapa pun jauhnya jarak yang mereka tempuh dan betapa lambat pun waktu merayap bagi mereka yang tertinggal di bumi, teori relativitas dari Einstein masih tetap berlaku. Mungkin kedengarannya aneh dan tidak masuk akal tapi benar bahwa waktu itu merayap lambat sekali dalam pesawat ruang angkasa yang terbang dengan kecepatan di bawah kecepatan cahaya, bahkan lebih lambat dari pada di bumi. Sebagai contoh, waktu 108 tahun bagi orang di bumi, bagi awak kapal dalam penerbangan alam semesta hanya 10 tahun. Perbedaan waktu antara wisatawan ruang angkasa dan orang di bumi dapat dihitung dengan persamaan dasar roket yang diuraikan oleh Profesor Acheret
VW 1-1(1-t)2 w/c
WC 11+(1-t) 2 w/c 1
di mana V = kecepatan; W = kecepatan jet; C = kecepatan cahaya; t = berat bahan bakar pada waktu lepas landas.
Pada saat kapal ruang angkasa kita itu mendekati bintang tujuannya, para awak kapal akan mengamati planet planet; membetulkan posisi mereka, melakukan analisa spektrum, mengukur gravitasi dan menghitung beberapa orbit. Dan akhirnya mereka akan menemukan planet tempat pendaratan yang keadaannya paling menyerupai keadaan di bumi.
Kalau kapal ruang angkasa kita itu hanya terdiri dari alat-alat perlengkapan saja, maka setelah penerbangan sejauh katakanlah 80 tahun cahaya karena semua energi telah habis terpakai, para awaknya harus mengisi kembali tangki bahan bakarnya dengan bahan-bahan yang dapat diuraikan secara kimiawi. Kemudian misalnya saja planet yang dipilih sebagai tempat pendaratan itu segala-galanya sama dengan di bumi kita.
Seperti telah saya katakan permisalan ini sama sekali bukanlah tidak mungkin. Kemudian kita memberanikan diri pula untuk memisalkan bahwa peradaban di planet yang dikunjungi ini perkembangannya sudah setaraf dengan keadaan bumi kita 8.000 tahun yang lalu. Keadaan ini sudah tentu ditetapkan dengan menggunakan instrumen-instrumen dalam kapal ruang angkasa sebelum mendarat. Para wisatawan ruang angkasa ini sudah tentu dalam penerbangannya pernah singgah di tempat yang dekat sekali kepada persediaan bahan-bahan yang dapat diuraikan secara kimiawi untuk mengisi energi instrumen-instrumen mereka dengan cepat, dan dengan tepat menunjukkan di pegunungan mana bisa didapat uranium.
Pendaratan dilakukan sesuai dengan rencana. Para wisatawan angkasa itu melihat makhluk hidup sedang membuat alat-alat dari batu; dilihatnya pula mereka sedang memburu dan membunuh marga satwa dengan menggunakan tombak; biri-biri dan kambing kelihatan bergerombol sedang merumput di padang rumput; para perajin kelihatan sedang membuat alat-alat sederhana untuk keperluan rumah tangga. Wajah aneh menyambut kedatangan para astronot kita. Tetapi apa yang dipikirkan oleh makhluk primitif dari planet itu tentang benda aneh yang baru saja mendarat di sana, dan sosok-sosok tubuh yang ke luar dari benda aneh itu dianggapnya apa ?
Hendaknya kita tidak lupa bahwa kita pun 8.000 tahun yang lalu pernah menjadi makhluk setengah biadab. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan kalau makhluk setengah biadab yang mengalami peristiwa ini menyembunyikan mukanya ke tanah dan tak berani memandang para astronot itu. Sampai sekarang mereka itu masih menyembah matahari dan bulan. Dan sekarang terjadilah goncangan bumi, para dewa turun dari langit; demikian pikir makhluk-makhluk primitif di planet itu.
Penghuni planet itu sambil sembunyi di tempat mau mengamati para wisatawan ruang angkasa kita, yang memakai topi aneh, topi bertanduk sebatang logam, helm berantena; mereka keheran-heranan ketika malam gelap gulita menjadi terang benderang seperti siang oleh lampu-lampu sorot/pencari; mereka ngeri melihat orang asing itu di mana dapat dengan mudahnya membumbung ke atas dengan sabuk roket, mereka menyembunyikan lagi kepalanya ke dalam tanah ketika helikopter menderu, mendengus dan mendengung, membumbung tinggi ke atas; dan akhirnya mereka lari menuju tempat pengungsian dalam gua-gua ketika terdengar suara menggelegar dan menakutkan dari gunung-gunung karena ledakan percobaan. Tak ayal lagi para astronot kita itu pasti dianggap dewa yang sakti oleh manusia primitif ini!
Sehari-harian para wisatawan ruang angkasa kita ini melakukan pekerjaan mereka yang sulit rumit itu, dan setelah lewat beberapa waktu, barangkali datanglah delegasi yang terdiri dari para pendeta dan dukun-dukun mendekati para astronot itu dengan maksud mengadakan hubungan langsung dengan para dewa. Mereka membawa sesajen-sesajen untuk menghormati atau menyembah para tamu mereka. Masuk akal kiranya kalau angkasawan kita itu akan dengan cepat mempelajari bahasa penduduk setempat dengan menggunakan komputer, sehingga mereka dapat mengucapkan terimakasih atas keramahan tuan rumah.
Namun walaupun diterangkan kepada manusia setengah beradab ini dalam bahasa mereka, bah wa
sebenarnya tidak ada dewa yang datang mendarat, bahwa tidak ada makhluk dari yang datang berkunjung ke sana yang lebih tinggi derajatnya dan patut dikagumi; tetap tidak berhasil. Teman-teman primitip kita itu tetap tidak percaya.
Para wisatawan ruang angkasa itu datang dari bintang-bintang lain, mereka nyata sekali mempunyai kekuatan yang dahsyat dan mampu untuk memperlihatkan kekuatan-kekuatan gaib. Mereka itu pasti para dewa, demikian anggapan penduduk planet itu. Dalam usaha para angkasawan itu untuk menjelaskan segala sesuatunya tak berhasil mencapai titik temu pembicaraan untuk dapat menawarkan bantuan apa saja kepada penduduk itu. Pokok pembicaraan semacam itu sama sekali tak terpikirkan oleh penduduk yang telah dikejutkan oleh kedatangan para wisatawan ruang angkasa itu. Sekalipun tak mungkin untuk membayangkan semua hal yang bakal terjadi, tetapi sejak hari pendaratan hal berikut ini kiranya dapat memberikan gambaran tentang rencana yang telah dipikirkan sebelumnya. Sebagian dari penduduk dapat dibujuk dan dilatih untuk membantu dalam penelitian sebuah kawah yang terjadi karena ledakan untuk mendapatkan bahan-bahan yang dapat diuraikan secara kimiawi, sehingga dapat digunakan, sebagai bahan bakar untuk pulang ke bumi. Orang yang paling cerdas di antara penduduk mungkin dipilih menjadi “Raja”. Sebagai ciri yang dilihat tentang kemampuannya, mungkin ia diberi sebuah pesawat radio sebagai alat untuk berkomunikasi dengan para dewa itu. Para astronot kita itu mungkin mencoba mengajarkan bentuk-bentuk peradaban sederhana dan konsep-konsep moral kepada mereka, untuk memudahkan perkembangan tatasosial. Beberapa wanita pilihan mungkin dinikahi oleh para astronot. Jadi mungkin timbul suatu ras baru yang melompati suatu fase atau tahap dalam evolusi bangsa secara alamiah.
Dari perkembangan kita sendiri dapat kita ketahui berapa lamanya waktu yang diperlukan untuk mendidik ras ini menjadi akhli ruang angkasa. Karena itu sebelum para astronot kita terbang kembali ke bumi, mungkin mereka meninggalkan suatu tanda yang dapat dilihat dengan jelas dan yang hanya dapat dipahami jauh di masa mendatang oleh masyarakat yang taraf pengetahuannya di bidang tehnik dan matematika sudah tinggi.
Tiap usaha untuk mengingatkan anak didik kita itu akan bahaya yang terkandung di dalamnya sedikit sekali kemungkinannya untuk berhasil. Sekalipun kita perlihatkan kepada mereka film-film yang mengerikan tentang peperangan antara planet dan ledakan ledakan atom, usaha itu tak akan dapat mencegah makhluk-makhluk yang hidup di planet ini berbuat ketololan yang sama: seperti terus-menerus bermain dengan nyala api peperangan yang dapat membakar itu.
Sementara kapal ruang angkasa kita menghilang ke dalam kabut alam semesta, teman kita di planet itu akan berceritera tentang keajaiban yang baru terjadi; “Para dewa itu pernah ada di sini”. Mereka akan menterjemahkan keajaiban itu ke dalam bahasa mereka yang sederhana dan menjadikannya sebagai suatu hikayat yang akan diwariskan turun-temurun kepada anak cucu mereka; akan menjadi tanda kenang kenangan, dan segala apa yang ditinggalkan para wisatawan ruang angkasa itu akan mereka jadikan sebagai benda pusaka yang keramat.
Andaikata teman kita itu pandai menulis, mungkin mereka akan membuat catatan tentang apa yang telah terjadi: “Gaib, mengerikan, menakjubkan”. Tulisan mereka akan menceritakan dan menggambarkan bahwa para dewa yang berpakaian emas pernah ada di sana dalam kapal terbang yang mendarat dengan gaduh yang dahsyat. Mereka akan menulis ceritera tentang kendaraan perang yang di kendarai para dewa di darat dan di laut, dan tentang senjata-senjata yang mengerikan menyerupai petir, dan akan menceritakan bahwa para dewa itu berjanji akan datang kembali. Apa yang telah mereka lihat itu akan mereka abadikan pada batubatu atau karang dengan Dahat dan Dalu; seperti raksasa tanpa bentuk, berhelm dan bertanduk sebatang logam, dan memakai kotak pada dadanya. Bola-bola yang dikendarai di udara oleh makhluk-makhluk yang tak dapat dilukiskan; batangan-batangan yang dapat menembakkan sinar bagaikan matahari; bentuk-bentuk aneh menyerupai serangga raksasa yang sebenarnya tak lain dari pada sejenis kendaraan.
Fantasi dari lukisan tentang kunjungan kapal ruang angkasa kita itu tak terbatas banyaknya. Nanti akan kita lihat bekas apa saja yang diukir atau di pahat para dewa yang telah mengunjungi bumi di zaman purbakala yang telah silam, pada batu-batu bertuliskan sejarah masa lampau.
Sangatlah mudah untuk membuat sketsa tentang perkembangan berikutnya dari planet yang dikunjungi kapal ruang angkasa kita. Penduduknya telah banyak belajar dengan jalan mengintip para dewa; tempat di mana kapal ruang angkasa pernah berdiri, akan dijadikan tanah suci, suatu tempat orang berziarah; perbuatan perbuatan heroik dari para dewa akan disanjung dalam nyanyian. Di atas tanah itu akan didirikan piramida dan kuil yang sudah tentu sesuai dengan hukum-hukum astronomis.
Penduduk bertambah, peperangan menghancurkan tempat para dewa. Kemudian muncul generasi baru yang menemukan kembali dan menggali tempat-tempat suci itu, dan mencoba menginterpretasikan tanda-tanda yang ditinggalkan para astronot kita.
Inilah tingkat yang kita capai sampai sekarang. Sekarang setelah kita mendaratkan manusia di permukaan bulan, alam pikiran kita terbuka bagi wisatawan ruang angkasa. Kita mengetahui efek dari kedatangan kapal samudra yang mendadak kepada rakyat primitif misalnya di Kepulauan South Sea. Kita mengetahui efek yang merusak datang dari peradaban lain, seperti Corfes pada Amerika Selatan. Maka dengan demikian kita dapat mengerti sekalipun samar-samar tentang pengaruh yang kuat dan fantastis dari kedatangan pesawat ruang angkasa di zaman pra sejarah.
Kita harus melihat sekali lagi pada deretan pertanyaan-pertanyaan itu yakni pada serentetan misteri atau kegaiban yang tak terjelaskan itu.
Dapatkah semua itu kita mengerti, seperti halnya dengan sisa-sisa peninggalan dari para wisatawan ruang angkasa dari zaman pra sejarah? Apakah semua itu dapat membawa kita ke masa silam tetapi tetap ada kaitannya dengan rencana-rencana kita untuk masa depan?
ALAM MUSTAHIL YANG TIDAK DIJELASKAN
Pengetahuan baru tentang tatasurya dan alam semesta, tentang makro kosmos dan mikro kosmos, kemajuan kemajuan hebat dalam teknologi dan pengobatan, dalam biologi dan geologi, awal wisata ruang angkasa dan hal-hal lain; kesemuanya ini sama sekali mengubah gambaran dunia kita hanya dalam waktu kurang dari lima puluh tahun.
Sekarang kita mengetahui bahwa ada kemungkinan untuk membuat pakaian ruang angkasa yang dapat menahan perbedaan walau besar se kali antara panas dan dingin. Sekarang kita mengetahui, bahwa wisata ruang angkasa bukan lagi merupakan gagasan utopis. Kita telah mengenal keajaiban televisi berwarna seperti pengetahuan kita tentang bagaimana mengukur kecepatan cahaya dan menghitung konsekwensi dari teori relativitas.
Gambaran dunia kita yang sudah membeku itu sekarang mencair kembali. Hipotesa-hipotesa kerja baru memerlukan norma, memerlukan patokan. Misalnya, di kemudian hari arkeologi kita tidak lagi hanya persoalan penggalinya. Pengumpulan dan penggolongan penemuan-penemuan arkeologis semata, tidak akan memadai.
Kalau ingin mendapatkan gambaran yang dapat dipercaya tentang masa silam kita dari arkeologi itu, cabang ilmu pengetahuan lain harus diikut sertakan dalam penelitian.
Mari kita masuki alam mustahil itu dengan pikiran terbuka dan penuh dengan rasa ingin tahu. Mari kita coba untuk mengambil dan menguasai harta peninggalan yang diwariskan oleh para dewa itu.
Pada awal abad ke delapan belas, di istana Topkapi Turki, ditemukan peta-peta kuno. Peta itu adalah milik seorang perwira tinggi Angkatan Laut Turki Laksamana Piri Reis. Dua buah atlas yang disimpan di perpustakaan negara di Berlin yang memuat gambar tang tepat dari laut Tengah dan daerah sekitar laut Mati, juga berasal dari Laksamana Piri Reis ini.
Semua peta ini telah diserahkan kepada Arlington H. Mallerey seorang Kartograf Amerika untuk diteliti. Mallerey memperkuat fakta yang luar biasa bahwa semua data geografi terdapat pada peta-peta itu, tetapi tidak digambar pada tempat yang semestinya. Ia minta bantuan dari Walters seorang kartograf dari Biro Hidrografi Angkatan Laut Amerika Serikat. Mallerey dan Walters bersama-sama menyusun suatu skala dan mentransformasikan peta itu menjadi bola dunia. Mereka membuat penemuan yang menggemparkan. Petanya memang cermat, bukan hanya mengenai Laut Tengah dan Laut Mati saja melainkan pantai-pantai Amerika Utara dan Selatan bahkan garis-garis tinggi Permukaan Samudra Antartika pun dilukiskan dengan persis sekali pada peta Piri Reis itu. Peta itu bukan hanya memproduksikan garis besarnya benua-benua melainkan juga topografi dari daerah-daerah pedalaman. Pegunungan, puncak gunung, pulau, sungai dan dataran tinggi; semuanya digambarkan dengan ketepatan yang luar biasa.
Dalam tahun 1957 Tahun Geografis, peta-peta itu diserahkan kepada Bapak Jesnit Lineham, yang menjabat direktur dari Weston Observatory merangkap juru potret pada Angkatan Laut Amerika Serikat. Setelah memeriksanya dengan cermat, Bapak Lineham pun hanya dapat memperkuat ketepatannya yang fantastis itu bahkan sampai mengenai daerah daerah yang di masa sekarang jarang se kali dipelajari. Yang paling menonjol ialah bahwa pegunungan di Antartika yang baru ditemukan pada tahun 1952, dalam peta Reis telah terdapat. Pegunungan itu telah tertutup oleh es beratus-ratus tahun lamanya . Peta kita sekarang dibuat berdasar kan hasil pemetaan dengan menggunakan alat-alat gema suara.
Penyelidikan terakhir yang dilakukan oleh Profesor Charles. H. Hapgood dan akhli matematika Richard W.
Strachan telah memberikan informasi yang lebih mengherankan lagi. Setelah diadakan perbandingan dengan hasil pemotretan bulatan dunia kita yang di lakukan secara modern dari satelit, perbandingan itu menunjukkan bahwa peta aslinya dari Piri Reis itu pasti telah dibuat berdasarkan hasil pemotretan dari udara dengan keting
gian yang jauh sekali, Nah ! Bagaimana menjelaskan hal demikian itu?
Sebuah kapal ruang angkasa terbang diam di atas Kairo dan membidikkan kameranya lurus ke bawah. Setelah filmnya dicuci maka akan terdapat gambaran ini; segala sesuatu yang ada dalam radius kira-kira 5.000 mil dari Kairo akan direproduksikan secara tepat, karena semuanya ada di bawah lensa. Tetapi negara-negara dan benua-benua di luar radius itu akan berubah reproduksinya dari keadaan sebenarnya. Semakin jauh pandangan kita dari titik pusat gambar, semakin banyak penyimpangan atau perubahan gambarnya. Mengapa ini semua? karena bumi ini berbentuk bulatan, benua-benua yang jauh dari titik pusat “tenggelam ke bawah”.
Amerika Selatan misalnya, tampaknya berubah dengan janggal sekali pada ukuran memanjangnya, persis seperti perubahan pada peta Piri Reis ! Dan juga persis seperti hasil-hasil pemotretan yang dilakukan satelit bukan dari Amerika.
Ada satu atau dua pertanyaan yang dapat dijawab dengan cepat. Tak dapat disangsikan, bahwa nenek moyang kita tak pernah membuat peta-peta itu. Namun demikian tak dapat disangsikan pula,bahwa peta-peta itu telah dibuat dengan menggunakan bantuan teknik modern yakni dari udara.
Harus bagaimana kita menerangkan itu? Haruskah kita merasa puas dengan legenda yang di ceritakan oleh seorang dewa kepada seorang pendeta tinggi? Atau tak usah kita perdulikan semua itu dan tak usah mengindahkan keajaiban karena peta-peta itu cocok dengan gambaran dunia mental kita? Atau kita harus berani mengusik sarang tawon dan menyatakan bahwa kartografi dari bola dunia kita itu dibuat dari pesawat udara yang terbang tinggi atau dari suatu kapal ruang angkasa? Diakui bahwa peta milik Laksamana Turki itu tidak originil. Peta itu entah merupakan salinan keberapa kalinya. Namun demikian sekalipun misalnya peta itu telah ada sejak abad ke delapan belas, jadi ketika ditemukan baru saja selesai dibuat, kenyataan-kenyataan ini semua sama saja, tidak dapat dijelaskan. Siapapun yang telah membuatnya, orang itu pasti telah pernah mampu mengudara dan mampu memotret dari udara.
Tidak jauh dari laut, pada punggung gunung Peruvia di Andes, terletak suatu kota kuno Nazca. Di lembah Palpa terdapat sebidang tanah datar yang panjangnya 37 mil, lebar 1 mil bertaburkan batu-batu kecil yang menyerupai besi berkarat. Penduduk setempat menyebut daerah ini “pampa” (=daerah tak berpohon pohonan), walau tetumbuhan apapun tak mungkin hidup di sana. Jika anda terbang di atas wilayah ini yakni dataran Nazca anda akan dapat melihat garis besar-besar, yang dirancang secara geometris; beberapa diantaranya sejajar sedangkan yang lainnya saling berpotongan atau dikelilingi oleh bidang-bidang trapesoidal. Para arkeologis menyebut garis-garis ini “Jalan Inca” Gagasan tak masuk akal ! Apa manfaatnya bagi orang Inca jalan yang satu sama lainnya se jajar ini? Apa lagi yang saling berpotongan? Semuanya dirancang di atas tanah datar lalu tiba-ti ba buntu? Tentu saja tembikar dan barang-barang keramik lainnya ditemukan juga di sini.
Tetapi menghubung-hubungkan garis yang di susun secara geometris itu dengan kebudayaan Nazca, hanya karena alasan itu saja, sudah tentu merupakan penyederhanaan sesuatu secara berlebih-lebihan. Sampai tahun 1952 tidak ada penggalian yang serius di daerah ini. Tidak ada urutan waktu yang nyata tentang penemuan-penemuan itu. Baru sekarang garis-garis dan bentuk-bentuk geometris itu telah diukur. Hasilnya menetapkan bahwa garis-garis itu telah dirancang sesuai dengan rencana astronomis. Profesor Alden Mason seorang akhli dalam kepurbakalaan Peruvia, menduga bahwa dalam jajaran garis itu terdapat tanda-tanda semacam agama dan juga semacam kalender.
Dilihat dari udara, dataran Nazca yang 37 mil panjangnya itu, kesan saya jelas sekali bagaikan sebuah lapangan terbang.
Bagian yang manakah tentang gagasan ini yang tak masuk akal atau yang dibuat-buat? Penelitian tidak mungkin terwujud sebelum obyek yang harus diteliti ditemukan ! Sekali ditemukan, maka barang itu digosok, dipotong dan diratakan pinggir-pinggirnya sampai menjadi batu yang cukup ajaib, cocok dan sesuai dengan mosaik yang telah ada. Arkeologi klasik tidak membenarkan bahwa rakyat pra-Inca pernah mempunyai teknik peng ukuran tanah yang sempurna.Dan teori yang mengatakan bahwa di zaman purbakala pernah ada pesawat udara adalah omong kosong belaka. Lalu dalam hal itu, apa gunanya garis-garis di Nazca itu?
Dugaan saya, garis-garis itu mungkin dirancang secara besar-besaran menurut sesuatu model, dan
menggunakan suatu sistem koordinator, atau mungkin juga dirancang menurut instruksi yang datang dari sebuah pesawat udara. Untuk mengatakan dengan pasti, bahwa apakah dataran rendah di Nazca itu dulunya adalah sebuah lapangan terbang, juga belum memungkinkan. Jika besi pernah dipergunakan, tentu sudah tak akan ditemukan lagi di sana, karena besi pra sejarah tak dikenal orang. Logam akan berkarat dalam beberapa tahun saja; sedangkan batu tak pernah berkarat. Apakah salah tentang gagasan bahwa garis-garis itu dirancang untuk seolah-olah mengatakan kepada para dewa: “Mendaratlah di sini. Segala sesuatunya telah kami buat sesuai dengan perintahmu?”.
Para pembuat garis berbentuk geometris mungkin tak pernah memahami apa yang mereka lakukan. Tetapibarangkali mereka tahu benar apa yang para dewa butuhkan untuk mendarat.
Gambar-gambar besar yang tak dapat disangsikan bahwa semuanya telah dibuat sebagai isyarat bagi makhluk yang melayang-layang di udara, banyak ditemukan di lereng-lereng pegunungan di Peru. Adakah guna lain dari kesemuanya itu? Satu di antara gambar-gambar yang paling aneh ialah yang diukir pada dinding tinggi dari batu karang terjal berwarna merah di Teluk Pisco. Jika anda datang ke tempat itu dengan kapal laut, dari jarak 12 mil lebih anda akan dapat melihat suatu bentuk yang tingginya hampir 820 kaki, dan jika secara mainmain anda berkata: “Itu seperti .......” maka reaksi anda ialah bahwa karya pemahat patung ini seperti suatu tangkai kail raksasa atau seperti sebatang tempat lilin raksasa. Seutas tambang yang panjang ditemukan pula pada pilar tengah dari batu ini. Apakah ini dulu digunakan sebagai pendulum?
Secara jujur harus kita akui bahwa bagaikan meraba-raba di dalam kegelapan apa bila kita mencoba
menjelaskannnya. Hal ini tak dapat pula dimasukkan ke dalam dogma-dogma yang telah ada. Ini bukan berarti bahwa tidak mungkin ada suatu muslihat yang diperoleh dari cara berpikir arkeologis yang dapat diterima, untuk digunakan oleh para sarjana menyusun phenomena ini ke da lam mosaik besar. Tetapi apa yang mungkin telah mendorong rakyat pra Inca untuk membuat garis-garis fantastis atau landasan-landasan pendaratan itu di Nazca? Otak miring apa yang mendorong mereka untuk menciptakan tanda dari batu setinggi 820 kaki itu pada dinding batu karang merah di Lima Selatan?
Tugas untuk membuat kesemuanya itu akan memakan waktu berpuluh-puluh tahun apabila dilaksanakan tanpa mesin dan peralatan modern. Seluruh kegiatan mereka tidak akan berguna jika hasil dari segala upayanya bukan dimaksudkan sebagai isyarat kepada makhluk yang datang dari langit. Pertanyaan yang masih harus dijawab ialah; Mengapa mereka berbuat demikian, kalau bukan karena mereka mengetahui bahwa makhluk terbang itu benar-benar ada?.
Pengenalan hasil penemuan tidak lagi hanya masalah arkeologi. Suatu dewan yang terdiri dari sarjana-sarjana dari berbagai bidang penelitian pasti dapat membawa kita pada pendekatan pemecahan teka-teki itu. Pertukaran pendapat menghasilkan wawasan yang terang. Oleh karena para sarjana tidak menanggapi persoalan demikian secara serius, maka terdapat bahaya bahwa penelitian tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.
Adakah wisatawan ruang angkasa dalam kabut kelabu? Suatu pertanyaan yang tidak dapat diterima bagi para akademisi. Setiap orang yang bertanya demikian perlu minta pertolongan doktor penyakit jiwa. Tetapi pertanyaan tetap pertanyaan dan tetap mengiang di telinga sampai terjawab. Dan pertanyaan yang tak dapat diterima seperti itu masih banyak. Sebagai contoh, apa kiranya yang akan dikatakan orang, kalau ada kalender yang menunjukkan hari atau tanggal di mana siang dan malam sama panjang, menunjuk kan musim-musim astronomis, posisi bulan tiap jam dan juga peredaran bulan, bahkan sampai memperhitungkan rotasi bumi?
Pertanyaan itu tidak hanya hipotetis. Kalender semacam ini ada. Kalender ini telah ditemukan dalam lumpur kering di Tiahuanaco. Suatu penemuan yang membingungkan. Penemuan yang mengandung fakta yang tak dapat dibantah, dan membuktikan bahwa makhluk hidup yang membuat, yang
menemukan (menciptakan) dan menggunakan kalender itu mempunyai kebudayaan yang lebih tinggi dari pada kita.
Penemuan lain yang fantastis sekali ialah “Berhala Besar”, terbuat dari satu balok tunggal batu pasir yang panjangnya lebih dari 24 kaki, seberat 20 ton. Berhala itu ditemukan di dalam Kuil Tua. Di sinipun dijumpai lagi suatu kontradiksi antara mutu tinggi serta presisi beratus-ratus simbol yang terdapat pada seluruh tubuh berhala itu dengan teknik primitif pembuatan bangunan di mana berhala itu ditempatkan. Memang nama Kuil Tua itu cocok karena teknik pembuatannya yang primitif itu.
H.S. Bellamy dan P. Allan dalam bukunya yang berjudul “The Great Idol Tiahuanaco” telah membuat suatu interpretasi yang cukup beralasan tentang simbol-simbol itu. Mereka berkesimpulan bahwa simbol-simbol itu merupakan catatan kumpulan yang sangat banyak tentang pengetahuan astronomis, yang sebetulnya didasarkan ke pada bentuk bumi yang bulat ini. Selanjutnya mereka simpulkan bahwa cacatan itu cocok sekali dengan Teori tentang satelit, karya Hoerbiger yang di terbitkan tahun 1927, lima tahun sebelum patung berhala itu ditemukan. Teori ini mendalilkan bahwa sebuah satelit pernah tertangkap oleh bumi. Karena satelit itu ditarik mendekat ke bumi, maka satelit itu memperlambat perputaran bumi pada sumbunya. Akhirnya satelit itu hancur dan diganti oleh bulan. Simbol-simbol pada badan berhala itu mencatat dengan tepat phenomena yang dapat sejalan dengan teori ini pada waktu satelit itu sedang mengorbit mengitari bumi sebanyak 425 kali putaran dalam satu tahun yang berumur 288 hari. Mereka terpaksa berkesimpulan bahwa berhala itu mencatat keadaan benda-benda langit pada 27.000 tahun yang lalu. Mereka menulis: “Pada umumnya prasasti pada patung berhala itu memberikan kesan bahwa prasasti itu diciptakan juga sebagai catatan untuk generasi-generasi mendatang. Memang di sini terdapat suatu benda purbakala yang perlu diterangkan lebih jelas dari pada hanya disebut “Seorang Dewa Kuno”. Jika interpretasi tentang simbol-simbol ini dapat diperkuat, bila pertanyaan: “Apakah pengetahun tentang astronomi ini benar-benar dikumpulkan oleh rakyat yang masih harus lebih banyak belajar tentang bangunan, ataukah datang dari sumber yang ada di luar bumi ini?”. Bilamana salah satu saja dari ke dua hal itu
tergali adanya kumpulan pengetahuan yang cerdik dan jlimet pada 27.000 tahun yang lalu itu (yang
ditunjukkan baik oleh patung berhala maupun oleh kalender), adalah suatu gagasan yang mengagetkan. Kota Tiahuanaco itu penuh dengan rahasia. Kota itu terletak pada ketinggian lebih dari 13.000 kaki dan bermilmil jauhnya dari kota-kota lain. Jika anda berangkat dari Cuzco, Peru, anda akan mencapai kota dan tempat tempat penggalian itu setelah mengadakan perjalanan beberapa hari dengan kereta api dan kapal laut Dataran tingginya mirip dengan suatu pemandangan di planet yang belum dikenal. Kerja tangan adalah siksaan Wagi siapa saja yang bukan penduduk asli di sana. Tekanan udaranya kira-kira setengah dari tekanan udara di atas permukaan laut dan sehubungan dengan itu kandungan oksigen dalam udaranya sudah tentu sedikit sekali. Namun demikian di atas dataran tinggi ini berdiri suatu kota yang besar sekali. Tidak ada tradisi otentik mengenai Tiahuanaco ini. Dalam hal ini barang kali kita harus merasa gembira bahwa jawaban-jawaban yang dapat diterima tidak dapat dicapai dengan bersandar kepada cara belajar kuno yang turun-temurun itu. Di atas reruntuhan yang sangat tua itu (kita tidak tahu berapa ribu tahun tuanya), mengapunglah kabut masa lampau, kedunguan dari misteri atau kegaiban. Balok-balok batu pasir seberat 100 ton yang ditumpungi dengan balok-balok lain seberat 60 ton dijadikan dinding. Bidang-bidang lain yang bertepi
dan bersudut tepat pada persambungan dengan batu-batu persegi lainnya, yang disatukan oleh jepitan yang terbuat dari tembaga. Di samping itu, semua susunan batu itu telah dikerjakan secara rapi sekali. Lubang lubang sedalam 8 kaki yang sampai sekarang belum dijelaskan untuk apa terdapat dalam balok batu yang beratnya 10 ton. Batu ubin yang sudah aus, yang panjangnya 16 ½ kaki dan merupakan satu potong batu tanpa sambungan juga tidak membantu memecahkan teka-teki yang terdapat di Tiahuanaco itu. Saluran air yang terbuat dari batu sepanjang 6 kaki dan lebar 1 ½ kaki, terdapat bertebaran di atas lantai bagaikan mainan.
Tebaran benda-benda itu pasti disebabkan oleh bencana alam yang dahsyat. Penemuan ini telah mengejutkan kita karena hasil karyanya yang begitu cermat. Apakah nenek moyang kita di Tiahuanaco tidak dapat berbuat sesuatu yang lebih baik dari pada menghabiskan waktu bertahun tahun membuat saluran seperti itu tanpa peralatan sedemikian cermatnya, sehingga kalau dibanding kan maka saluran air kita yang modern dan terbuat dari beton itu seolah-olah hanyalah hasil pekerjaan yang ceroboh belaka? Di halaman kuil yang sekarang telah dipugar, terdapat sekumpulan patung kepala campur aduk, yang kalau diperhatikan dari dekat adalah merupakan kumpulan dari berbagai ras; karena sebagian mukanya ada yang berbibir tipis, ada yang berbibir tebal; sebagian ada yang berhidung panjang, ada yang berhidung lengkung; sebagian ada yang berkuping tipis bagus, ada yang berkuping tebal; sebagian berwajah lembut, ada yang wajahnya ber sudut-sudut. Dan sebagian dari kepala-kepala itu berhelm aneh. Apakah bentuk-bentuk wajah yang tak dikenal ini dimaksudkan untuk mencoba menyampaikan pesan kepada kita bahwa kita tidak dapat dan tidak akan mengerti karena dicegah oleh sikap kita yang keras kepala dan berprasangka?.
Salah satu keajaiban arkeologi dari Amerika Selatan ialah Gerbang Monolitas Matahari di Tia huanaco yakni suatu patung raksasa yang tingginya hampir 10 kaki, lebarnya 16 ½ kaki, dipahat dari satu balok batu tunggal.
Beratnya ditaksir lebih dari 10 ton. Empatpuluh delapan buah bujursangkar yang disusun dalam tiga deretan, mengapit patung yang menggambarkan dewa terbang. Apakah yang diceritakan legenda tentang kota Tiahuanaco yang misterius itu?
Alkisah, dikatakan orang bahwa sebuah kapal ruang angkasa terbuat dari emas pernah datang dari bintang; di dalamnya terdapat seorang wanita yang bernama Oryana, yang akan melaksanakan tugas di bumi ini yakni
menjadi Ibu Agung. Oryana hanya mempunyai empat jari yang di sela-selanya berselaput seperti jari-jari kaki bebek. Ibu Agung Oryana melahirkan 70 orang anak bumi, setelah itu ia kembali ke bintang tempat asalnya.
Memang di Tiahuanaco ditemukan pahatan-pahatan batu karang yang menggambarkan makhluk hidup yang berjari empat. Abadnya tak dapat di tentukan. Tiada seorang pun dan dari abad mana pun yang telah kita ketahui pernah melihat Tiahuanaco dalam keadaan utuh.
Rahasia apakah yang disembunyikan kota ini? Pesan apakah yang dikirim dari dunia lain, yang menanti pemecahannya pada dataran tinggi di Bolivia itu? Tidak ada penjelasan yang masuk akal mengenai awal dan akhir kebudayaan ini. Hal ini sudah tentu tidak akan menghentikan beberapa arkeologis membuat ketentuan yang berani dan berkeyakinan pribadi menetapkan bahwa tempat re runtuhan itu telah berumur 3.000 tahun.
Mereka menentukan zaman ini berdasarkan beberapa patung yang menggelikan terbuat dari tanah dan yang tak mungkin mempunyai sangkut paut dengan zaman monilit. Para sarjana mempermudah sesuatunya demi kepentingan mereka. Mereka persatukan sejumlah pecahan-pecahan tembikar, men cari dan meneliti kebudayaan dari satu atau dua zaman yang berdekatan, Kemudian label dipasang pada penemuan yang telah dipersatukan tadi, dan dengan demikian cocoklah segala sesuatunya pada pola pemikiran yang telah disetujui.
Cara ini nyata sekali lebih mudah dari pada mencoba gagasan tentang adanya suatu keterampilan tehnik yang diperlukan di suatu zaman,atau gagasan tentang adanya wisatawan ruang angkasa dari zaman yang telah
lama silam. Percobaan gagasan demikian dianggap hanya akan mempersulit persoalan, tanpa guna.
Kita juga jangan melupakan Sacsahuaman! Di sini saya tidak mengingatkan anda kembali kepada system pertahanan Inca yang fantastis, yang terletak beberapa kaki di atas Cuzco sekarang; juga tidak kepada balokbalok monolit yang berat semuanya lebih dari 100 ton; juga tidak kepada dinding-dinding teras yang panjangnya lebih dari 1.500 kaki, dan lebarnya 54 kaki, yang di depannya sekarang para wisatawan suka membuat foto untuk suvenir. Saya menunjukkan Sacsahuaman yang tidak dikenal, yang terletak hanya setengah mil atau lebih dari benteng Inca yang terkenal itu.
Khayalan kita tak mampu memahami sumber tehnik apa yang telah digunakan nenek moyang kita untuk menambang karang-karang monolit seberat 100 ton lebih sebuah, kemudian mengangkutnya dan mengolahnya di tempat yang jauh dari tambang.
Tetapi jika kita dihadapkan kepada suatu balok yang beratnya ditaksir 20.000 ton, maka khayalan kita yang
sudah dibuat agak jemu oleh kemajuan teknik zaman sekarang, mendapat kejutan yang paling dahsyat. Pada perjalanan pulang dari pertahanan Sacsahuaman, di dalam suatu kawah gunung, beberapa ratus yard jauhnya dari benteng, pengunjung dapat melihat sesuatu yang bentuknya aneh. Itu adalah suatu balok batu tunggal sebesar rumah bertingkat empat. Balok itu telah dihias sempurna sekali dengan seni yang paling tinggi; mempunyai anak-anak tangga dan jalan-jalan melandai, serta di hiasi dengan spiral-spiral dan lubang-lubang.
Pembentukan balok batu yang belum pernah terjadi sebelumnya sudah tentu tidak hanya sekelumit kegiatan di waktu santai belaka bagi sekelumit orang-orang Inca, bukan?
Adakah kemungkinan bahwa kegiatan itu untuk maksud yang belum dapat dijelaskan? Pemecahan teka-teki itu dipersulit lagi oleh kenyataan bahwa balok itu berdiri hanya terbalik alias ter jungkir. Jadi anak-anak tangga itu menurun dari atap; lubang-lubangnya menghadap kejurusan yang berlainan. Bagaikan lekukan-lekukan pada granat. Cekungan-cekungan yang aneh, yang dibentuk seperti kursi kelihatan seperti melayang di udara.
Siapa yang dapat membayangkan bahwa tangan manusia, usaha menusialah yang menggali, mengangkut, lalu membentuk balok batu ini? Kekuatan apakah yang telah menjungkirbalikkannya? Kekuatan raksasa semacam apakah yang dipekerjakan di sini? Dan untuk maksud apa?
Masih dalam keadaan keheran-heranan karena batu yang aneh bentuknya itu, hanya 900 Yard dari sana, pengunjung akan menemukan vitrifikasi karang, yakni perubahan karang menjadi semacam kaca yang hanya mungkin dapat terjadi dengan jalan melabur batu pada suhu yang sangat tinggi. Para pengunjung diberi tahu dengan tepat bahwa batu karang itu diturunkan ke bawah oleh gletsier gletsier. Keterangan ini menggelikan.
Gletsier seperti halnya dapat mengalir, akan mengalir ke bawah hanya ke satu sisi saja. Sifat zat ini hamper tidak mungkin berubah justru pada saat terjadinya vitrifikasi. Bagaimanapun, tak dapat diterima akal, bahwa gletsier mengalir turun ke enam arah yang berbeda-beda di atas areal sekitar 18.000 yard persegi.
Sacsahuaman dan Tiahuanaco menyembunyikan banyak sekali misteri pra sejarah. Keterangan-keterangan yang beredar mengenai misteri itu sangat dangkal dan tidak meyakinkan. Selain itu vitrifikasi pasir terdapat pula di gurun Gobi di sekitar tempat arkeologis tua di Irak. Siapakah yang dapat menjelaskan mengapa vitrifikasi pasir ini sama benar dengan vitrifikasi yang terjadi di Gurun Nevada yang disebabkan oleh ledakan atom?
Bilakah akan dikerjakan sesuatu yang menentukan untuk memberikan jawaban yang meyakinkan kepada
teka-teki prasejarah itu? Di Tiahuanaco terdapat bukit-bukit buatan yang penuh tetumbuhan, yang
permukaannya rata benar, seluas 4.748 yard persegi. Agaknya sangat mungkin bahwa di bawahnya
tersembunyi bangunan-bangunan. Selama belum digali orang parit sepanjang deretan bukit-bukit itu, misteri itu tidak akan terpecahkan. Tak dapat di sangkal bahwa uang adalah kurang. Namun demikian para wisatawan sering melihat prajurit-prajurit dan para perwira yang nyata-nyata tidak mengerti pekerjaan apa yang berguna dan harus dikerjakan. Apa salahnya kalau penggalian dilakukan oleh satu kompi tentara di bawah pengawasan seorang akhli?
Uang tersedia untuk sekian banyak hal lain di dunia. Penelitian sangatlah penting bagi masa depan. Selama masa silam kita belum terungkap maka buku catatan untuk masa depan tetap kosong. Tak dapatkah masa silam menolong kita mencapai pemecahan teknis, di mana untuk pertama kalinya pemecahan itu telah ada di zaman purbakala?
Jika dorongan untuk menemukan masa silam kita tidak cukup merangsang untuk menggerakkan pekerjaan
penelitian modern yang mendalam, barangkali mistar hitung dapat digunakan. Sebegitu jauh, pada segala peristiwa belum ada seorang sarjanapun yang pernah diminta supaya menggunakan pesawat terbang modern untuk menyelidiki radiasi di Tiahuanaco, di Sacsahuaman, Sodom yang ada dalam dongeng, atau di Gurun Gobi. Naskah-naskah dongeng, atau yang bertulisan kuno dan lembaran sejarah dari buku tertua tentang manusia; menceriterakan tanpa kecuali tentang para dewa yang mengendarai kapal sorga, para dewa yang datang dari bintang, yang mempunyai senjata yang mengerikan, dan kembali lagi ke bintang asalnya.
Mengapa kita tidak mencari “dewa” tua itu? Para astronom radio kita mengirim isyarat-isyarat ke alam semesta untuk mengadakan kontak dengan cendekiawan-cendekiawan yang belum dikenal. Mengapa kita tidak lebih dulu mencari atau tidak sekaligus jejak-jejak dari para cendekiawan yang belum dikenal di bumi kita yang lebih dekat? Bila kita tidak meraba-raba dengan membabi buta dalam kegelapan, jejak-jejak itu dapat dilihat oleh semua orang.
Kira-kira 2.000 tahun sebelum zaman kita, orang-orang Sumeria telah mulai mencatat masa lampau rakyatnya yang gemilang. Sampai sekarang kita masih belum mengetahui dari mana orang ini berasal. Tapi kita mengetahui bahwa orang Sumeria ini membawa kebudayaan yang sudah maju dan tinggi, yang mereka paksakan kepada rakyat Semit yang masih setengah biadab. Kita juga tahu bahwa mereka selalu mencari dewa mereka di puncak-puncak gunung, dan jika tidak ada puncak gunung di daerah itu, mereka menduduki dan mendirikan gunung-gunung buatan pada dataran-dataran rendah. Astronomi mereka telah berkembang luar biasa. Observatorium mereka telah mencapai perkiraan rotasi bulan yang hanya berbeda 0,4 detik dari perkiraan masa sekarang.
Di samping syair kepahlawanan yang menakjubkan dari Gilgamesh, mereka telah meninggalkan sesuatu yang sensasionil sekali. Tentang syair kepahlawanan itu nanti akan saya ceritakan lebih banyak lagi. Di atas bukit Kuyunjik (dahulu Niniveh) terdapat suatu perhitungan dengan hasil akhirnya yang dalam notasi kita ialah: 195.995.200.000.000. Suatu bilangan terdiri dari lima be las angka. Keturunan dari kebudayaan Barat kita; Junani, yang sering disebut sebagai telah belajar secara intensif, tak pernah meningkat di atas 10.000 selama masa jayanya peradaban mereka. Segala yang di luar itu dengan se derhana dilukiskan sebagai “tak terbatas”.
Tulisan-tulisan kuno memberikan kehormatan secara harafiah dengan jenjang kehidupan yang fantastis kepada orang Sumeria. Jadi, kesepuluh raja permulaan seluruhnya memerintah selama 456.000 tahun, sedangkan kedua puluh raja yang mendapat tugas sulit untuk membangun negara kembali setelah banjir, masih tetap dapat mempertahankan tampuk pimpinan pemerintahan seluruhnya selama 24.510 tahun 3 bulan 3 ½ hari.
Ada masa beberapa tahun yang tak dapat di mengerti oleh cara berpikir kita sekalipun nama-nama dari semua penguasa tercantum pada daftar panjang, dan secara rapi diabadikan pada materai dan mata uang. Apakah yang akan terjadi bila di sini pun kita memberanikan diri membuka tutup mata kita dan melihat pada hal yang tua dengan mata yang segar masa kini?
Mari kita misalkan bahwa astronot-astronot asing telah mengunjungi wilayah orang Sumeria ribuan tahun yang lalu. Misalnya lagi bahwa mereka telah meletakkan dasar-dasar peradaban dan kebudayaan rakyat. Dan kemudian mereka kembali ke planet asal mereka setelah memberikan stimulan untuk perkembangan ini.
Selanjutnya mari kita membuat dalil bahwa kepenasaran mendorong mereka kembali kepada pemandangan pekerjaan yang mereka rintis setiap seratus tahun bumi sekali untuk mencek hasil dari eksperimen mereka.
Menurut patokan harapan ke kehidupan kita masa sekarang, para astronot itu dengan mudah sekali dapat lolos dari kepunahan selama 500 tahun bumi lagi. Menurut teori relativitas, para astronot itu selama penerbangan pulang pergi dalam pesawat ruang angkasa yang terbang dengan kecepatan cahaya, hanya mungkin dapat hidup selama empat puluh tahun. Selama abad itu orang-orang Sumeria mungkin telah membangun menara, piramida-piramida, dan rumah rumah dengan segala kelengkapannya; mungkin telah berkorban kepada para dewa mereka dan menantikan kedatangannya kembali. Dan setelah beratus-ratus tahun bumi, para dewa itu betul-betul datang kembali. “Dan kemudian datanglah banjir, dan setelah banjir maka datanglah kapal dewa turun dari langit sekali lagi”, demikian ditulis dalam tulisan kuno bangsa Sumeria.
Dalam bentuk apakah bangsa Sumeria itu mengkhayalkan dan menggambarkan dewa mereka Mitologi bangsa Sumeria dan beberapa lembaran sejarah serta gambaran bangsa Akadia memberikan keterangan tentang ini. “dewa” bangsa Sumeria tidak Antrophormophis dan tiap simbol dari seorang dewa juga ada hubungannya dengan sebuah bintang.
Dalam lembaran sejarah bergambar bangsa Akadia, bintang-bintang dilukiskan seperti yang mungkin akan digambarkan oleh manusia sekarang. Satu-satunya hal yang luar biasa ialah bahwa bintang-bintang ini dikelilingi oleh planet-planet dari berbagai ukuran. Bagaimana bangsa Sumeria yang tidak mempunyai teknik pengamatan langit seperti yang kita miliki sekarang mengetahui bahwa sebuah bintang yang tak berubah tempatnya mempunyai sejumlah planet? Banyak terdapat corat-coret yang menggambarkan orang dengan bintang di kepalanya, sedangkan yang lainnya meng gambarkan orang sedang mengendarai bola bersayap.
Ada pula suatu gambar yang seketika akan mengingatkan orang pada suatu model dari atom yakni suatu lingkaran terdiri dari bola-bola yang disusun berdekatan dengan yang lain yang memancar, tetapi tidak dikitari oleh sinar.
Jika kita melihat pusaka dari bangsa Sumeria dengan “mata ruang angkasa”, pusaka itu penuh dengan pernyataan dan teka-teki; di samping itu, bagian-bagian yang dalam dan yang aneh-aneh dari langit semakin berkurang artinya.
Berikut ini adalah sebagian dari yang aneh-aneh pada bidang geografi yang sama.
1. Gambar-gambar Spiral dari 6.000 tahun yang lalu di Geoy Tepe, suatu hal yang jarang terjadi.
2. Suatu industri batu api, yang dipercaya telah berumur 40.000 tahun di Gar Kobeh.
3. Penemuan-penemuan serupa di Baradostian ditaksir sudah berumur 30.000 tahun.
4. Benda-benda dari batu, pusara-pusara dan perlengkapan-perlengkapan dari batu di Tepe Asiab dari 13.000 tahun yang lalu.
5. Kotoran yang telah membatu. mungkin bukan kotoran manusia, ditemukan di tempat yang sama.
6. Alat-alat dan pengukir-pengukir batu ditemukan di Karim, Shahir. Senjata senjata, geretan dan alat lain ditemukan dari galian diBarda Balka. Kerangka-kerangka orang dewasa dan kanak-kanak ditemukan dalam gua di Shandiar. Kerangka-kerangka ini ditetapkan dengan metoda (-14) berasal kira-kira dari 45.000 sebelum masehi.
Daftar itu dapat diperluas lagi, dan tiap fakta mungkin memperkuat penentuan bahwa di wilayah geografis Tumer kira-kira 40.000 tahun yang lalu pernah hidup suatu campuran orang-orang primitif. Tetapi tiba-tiba dengan alasan yang sampai saat ini tak dapat dijelaskan, bangsa Sumeria muncul di sana dengan astronominya, dengan kebudayaannya dan teknologinya.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kehadiran para pengunjung yang tidak dikenal sebelumnya, yang dating dari langit masih bersifat spekulatif. Kita dapat mengkhayalkan bahwa para “dewa ini mengumpulkan orang orang yang setengah biadab di Tumer itu, di sekitar para dewa, dan memindahkan pengetahuannya kepada mereka.
Patung kecil maupun besar di musium menunjukkan adanya campuran ras, ada yang bermata terbelalak, ada
yang dahinya menonjol, ada yang bibirnya tipis, ada yang hidungnya panjang dan lurus. Suatu gambaran yang
sukar sekali untuk di cocokkan ke dalam sistem pemikiran yang skematis, dan konsepsinya tentang orang orang primitif. Para pengunjung dari langit di zaman purbakala yang baru saja silam?
Di Libanon terdapat batu karang yang mirip kaca, yang disebut tekstite, di mana telah ditemukan isotop alumunium yang radioaktif.
Di Mesir dan Irak ditemukan lensa-lensa kristal yang telah dipotong, yang kalau sekarang hanya mungkin dilakukan dengan menggunakan oksida sesium; dengan perkataan lain suatu oksida yang harus dibuat dengan proses kimia elektrolitis.
Di Helwan terdapat sehelai kain, suatu tenunan yang sedemikian halusnya sehingga kalau sekarang hanya mungkin bisa ditenun oleh suatu pabrik tekstil yang mempunyai kecakapan teknis dan pengalaman.
Batere-batere kering, yang bekerja berdasarkan prinsip-prinsip galiano dipamerkan di Museum Baghdad. Di tempat itu juga pengunjung dapat melihat elemen-elemen listrik dengan elektroda-elektroda dan elektrolit yang tak dikenal.
Di daerah pegunungan Kohistan di Asia, suatu lukisan dalam gua, menggambarkan posisi bintang bintang yang tepat, seperti keadaannya pada 1.000 tahun yang lalu. Venus dan bumi dihubung kan dengan beberapa garis.
Perhiasan-perhiasan terbuat dari platina yang dilebur ditemukan di dataran tinggi Peruvia.
Bagian-bagian dari sabuk yang dibuat dari alumunium terdapat di sebuah makam di Fung Yen Cina.
Di Delhi terdapat pilar kuno terbuat dari besi, tetapi tidak rusak oleh phosphat, belerang, atau oleh efek cuaca.
Urutan-urutan aneh dari “kemustahilan “ ini seharusnya membuat kita menjadi penasaran dan gelisah. Dengan alat dan intuisi apa penghuni gua yang masih primitif itu dapat menggambarkan bintang-bintang dalam posisinya yang tepat itu? Di bengkel presisi manakah lensa itu di potong? Bagaimana orang pada waktu itu dapat melebur dan mencetak platina, yang bertitik lebur 1.800º C itu? Dan bagaimana orang-orang Cina kuno dapat membuat alumunium, sejenis logam yang harus diekstraksikan dari bauxite dengan teknik kimiawi yang sangat rumit. Pertanyaan-pertanyaan yang mustahil, tetapi apakah ini berarti bahwa kita tidak perlu menanyakannya?
Oleh karena kita tidak bersedia untuk menerima atau membenarkan bahwa sebelum teknologi dan
kebudayaan kita sendiri pernah ada teknologi dan kebudayaan yang lebih tinggi dan lebih sempurna, maka yang tertinggal hanyalah tentang kunjungan dari angkasa luar. Selama arkeologi disalurkan seperti yang telah dijalankan sampai sekarang, kita tidak akan pernah mendapat kesempatan untuk menemukan apakah masa lampau kita yang samar-samar itu benar-benar samar ataukah cerah sekali.
Suatu tahun arkeologi utopi telah tiba saatnya di mana para arkeologis, para akhli fisika, para kimiawan, para geologis, para akhli metalurgi; para akhli dari segala cabang ilmu pengetahuan ini harus memusatkan daya upaya kepada satu-satunya pertanyaan : “Benarkah nenek moyang kita pernah menerima kunjungan dari angkasa luar?”. Sebagai contoh misalnya, seorang akhli metalurgi mungkin dapat menerangkan dengan cepat dan singkat betapa rumitnya memproduksikan alumunium. Apakah tidak masuk di akal bahwa seorang akhli fisika dapat segera mengenali suatu rumus dalam suatu lukisan pada batu karang? Seorang kimiawan dengan perkakas-perkakasnya yang sangat sempurna mungkin dapat memperkuat asumsi bahwa tugu dibuat dari batu karang dengan jalan membasahi seratan-seratan kayu atau menggunakan asam-asam yang tak dikenal.
Para geologis harus menjawab sederetan pertanyaan-pertanyaan tentang hal apa yang penting dari endapanendapan
pada Abad Es. Team bagi tahun arkeologis utopia, selayaknya pula meliputi sekelompok penyelam
yang akan menyelidiki Laut Mati, apakah di dasarnya terdapat bekas-bekas ledakan atom yang radioaktif di atas Sodom dan Gommorah.
Mengapa perpustakaan tertua itu malah adanya dalam perpustakaan rahasia dunia? Apakah sebenarnya yang ditakuti orang? Apakah mereka cemas akan kebenaran yang sampai sekarang masih dilindungi dan ditutupi selama beribu-ribu tahun akhirnya terungkap?
Penelitian dan kemajuan tak akan dapat di tarik mundur. Selama 4.000 tahun orang Mesir menganggap dewa mereka sebagai makhluk hidup yang sebenarnya. Dalam Abad pertengahan, kita telah memberantas “Sihir” dari semangat ideologi kita yang menyala-nyala. Kepercayaan orang Yunani bahwa mereka dapat meramalkan masa depan dari isi perut angsa, sekarang sudah sama kunonya dengan keyakinan dari orang yang ultrakonservatif bahwa nasionalisme masih mempunyai arti yang paling penting.
Kita harus memperbaiki seribu satu macam kesalahan tentang masa lampau. Keyakinan diri sendiri yang sudah usang itu, sebenarnya hanyalah suatu penyakit kepala batu yang sudah parah sekali. Di meja konferensi,para sarjana ortodoks masih diliputi oleh khayalan bahwa sesuatu harus dibuktikan sebelum orang yang serius dapat atau boleh memperhatikannya.
Di masa lampau siapa saja yang mengajukan suatu pendapat baru yang orisinil pasti menerima hinaan dan siksaan batin dari gereja dan rekan-rekannya. Orang mengira bahwa sesuatu akan menjadi mudah dengan sendirinya. Sekarang sudah tidak ada lagi kutukan, dan api pada tiang penyiksa sudah tidak dijalankan. Yang menjadi halangan sekarang hanyalah tinggal caranya, yakni
cara yang tidak spektakuler, sekalipun hamper tidak begitu menghalangi kemampuan. Sekarang segala sesuatunya sudah agak “beradab” tidak “cerewet” seperti dulu-dulu. Teori-teori yang terlalu berani dan gagasan yang tak dapat ditolelir, segera dibungkam atau diberangus oleh ungkapan-ungkapan seperti:
1. Bertentangan dengan peraturan !
2. Kurang klasik .
3. Terlalu revolusioner !
4. Universitas-Universitas tak akan sependapat!
5. Orang lain sudah pernah mencobanya !
6. Kita dapat melihat manfaatnya !
7. Itu belum pernah dibuktikan !
Lima ratus tahun yang lalu seorang sarjana berteriak di dalam sidang peradilan: “Hanya orang gila yang mengatakan bahwa dunia itu mungkin bentuknya bulat. Sebab kalau demikian segala apa yang ada di belahan bawahnya akan berjatuhan ke dalam ruang kekosongan, kehampaan!”. Sedangkan yang lain memperkuatnya dengan mengatakan: “Tidak ada disebut dalam Injil, bahwa bumi berputar mengelilingi matahari! Karena itu setiap ketetapan demikian, pasti perbuatan setan!”.
Agaknya sudah merupakan ciri khas zaman itu, bahwa setiap gagasan baru dihadapi dengan kepicikan. Tetapi di ambang abad ke duapuluh satu mendatang ini pekerja penelitian harus sudah siap dengan kenyataan, dengan realitas. Ia harus berkeinginan kuat untuk mengubah hukum dan pengetahuan yang sudah berabadabad lamanya dianggap sangat keramat. Tetapi oleh pengetahuan baru disangsikan kebenarannya sekalipun ada sepasukan tentara yang berusaha menggagalkannya.Dunia baru harus ditundukkan demi kebenaran dan realitas.
Dua puluh tahun yang lalu setiap orang dari kalangan ilmiawan membicarakan satelit, kelihatannya bagaikan sedang melakukan bunuh diri dalam arti akademis. Sekarang sudah tidak terhitung ba nyaknya satelit buatan manusia yang mengitari planet-planet lain, mengitari matahari bersama-sama planet alamiah, mendarat di bulan; memotret planet venus, mars; dan dengan radio mengirimkan potret-potret yang prima ke bumi, tentang pemandangan yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Ketika potret-potret itu dikirim ke bumi dalam tahun 1958, tenaga yang dibuttuhkan untuk itu hanyalah 0,000,000,000,000,000,01watt Suatu jumlah yang tak terkatakan lagi kecilnya.
Sekarang semua itu sudah tidak dianggap luar biasa. Kata “mustahil” sekarang harus secara harafiah mustahil
ada, dengan perkataan lain para sarjana harus tidak mengenal “mustahil”. Setiap orang yang sekarang tidak
mau menerima kenyataan ini besok akan tergilas oleh kenyataan itu sendiri. Oleh karena itu mari kita
berpegang teguh kepada teori yang menetapkan bahwa beribu-ribu tahun yang lalu, bumi kita pernah
dikunjungi oleh astronot-astronot dari planet lain yang jauh sekali.
Kita mengetahui bahwa nenek moyang kita yang dungu dan primitif itu tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan dengan teknologi yang hebat yang dibawa oleh para astronot itu.Para astronot itu dianggap “dewa” yang datang dari bintang-bintang lain dan disembahnya. Para astronot itu tak dapat berbuat lain, kecuali menerima saja dengan sabar pendewaan itu. Para astronot itu di planetnya sendiri barangkali sekali sekali mau menerima penghormatan yang berupa sanjungan itu.
Sebagian bumi kita masih dihuni oleh orang-orang yang masih primitif yang masih menganggap senapan mesin sebagai senjata setan. Sedangkan pesawat udara jet sebaliknya. Mungkin mereka anggap sebagai kendaraan malaikat. Suara yang ke luar dari pesawat penerima radio mungkin dianggapnya suara dewa.
Orang-orang primitif terakhir ini pun akan mewariskan kesan-kesan mereka secara turun-temurun dalam hikayatnya, tentang kemajuan teknik yang kita sendiri mengganggapnya sebagai sesuatu yang sudah seharusnya demikian. Mereka masih menggambarkan dewa mereka dan kapal-kapal ajaib yang datang dari langit dengan corat coret pada batu karang di dinding gua. Dengan cara ini mereka telah menyimpan apa yang kita capai sekarang. Gambar-gambar dalam gua di Kohistan Perancis, di Sahara dan Peru, di Amerika Utara, dan Rhodesia Selatan maupun yang di Chili; semuanya membenarkan teori kita.
Henry Lhote seorang sarjana Perancis, menemukan beberapa ribu lukisan dinding dengan cat di Tassili-Zahara, yaitu mengenai bintang dan orang yang diantaranya ada orang berpakaian indah tetapi pendek. Orang itu dilukis membawa tongkat yang diujungnya terdapat kotak yang sukar dijelaskan. Berdekatan dengan gambar bintang-bintang terdapat makhluk yang memakai semacam pakaian menyelam. Makhluk ini yang oleh Lhote di sebut dewa Mars, tingginya 18 kaki. Kalau semua gambar-gambar itu harus cocok dengan pola pemikiran kuno, maka orang-orang yang mewariskan gambar-gambar itu kepada kita tidak mungkin keadaannya seprimitif yang kita duga. Tetapi bagaimana pun juga, untuk membuat gambar setinggi 18 kaki itu orang pasti telah menggunakan perancah, sebab tanah di dalam gua itu dalam jutaan tahun terakhir ini tidak ada tanda-tanda pernah di garuk atau digali.
Tanpa melebih-lebihi khayalan, saya mendapat kesan bahwa dewa Mars itu telah dibuat dengan
menggunakan pakaian menyelam (jadi waktu itu gua dan sekitarnya masih terendam dalam air) atau dengan menggunakan pakaian terbang. Di pundaknya, dewa Mars itu memikul semacam helm yang dihubungkan dengan batang tubuhnya oleh semacam penyambung. Pada helm itu terdapat banyak lubang atau celah seperti lubang hidung atau lubang mulut. Gambar ini memang unik tetapi gambar-gambar yang aneh seperti ini banyak pula terdapat di Tassili.
Di tempat-tempat lain seperti Amerika Serikat, di Tulare suatu daerah di California, terdapat pula gambargambar serupa. Saya juga ingin percaya bahwa seniman-seniman primitif itu tidak teram pil dan bahwa hanya cara itulah yang dapat mereka lakukan dalam menggambarkan makhluk-makhluk atau benda-benda. Tetapi dalam hal dewa Mars itu bagaimana mungkin bagi penghuni gua yang masih setengah beradab itu untuk menggambarkan manusia sesempurna itu. Jadi mungkin gambar itu telah dibuat oleh seniman-seniman yang cukup cakap untuk melukiskan apa yang benar-benar telah mereka lihat, bukan khayalan. Di propinsi Inyo di California, terdapat gambar suatu bentuk geometris yang menyerupai mistar hitung berangka ganda. Para arkeologis berpendapat bahwa gambar itu melukiskan angka-angka dari para dewa. Di Siyak, Perancis, pada jambangan tembikar terdapat gambar binatang yang tak diketahui orang dari jenis apa yang mempunyai tanduk tegak lurus dan besar sekali. Betapa tidak aneh binatang itu? Ke dua tanduknya mempunyai spiralspiral yang menuju ke kiri dan kanan. Kalau anda ingin mengetahui bagaimana gambar itu rupanya, bayangkan saja dua batang logam yang dibungkus dengan isolasi pos lain seperti yang sering kita lihat di
gardu-gardu PLN. Apakah yang dikatakan para arkeologis tentang itu? Dengan mudahnya mereka
mengatakan bahwa gambar itu adalah simbol dari pada dewa.
Dewa-dewa itu tinggi nilainya. Orang lain menerangkan bahwa sebagian besar mungkin segala yang tidak diketahuinya benar-benar dilakukan dengan cara menghubungkannya dengan yang gaib-gaib saja. Di alam yang serba gaib ini orang mendapatkan ketentraman batin dan dapat hidup damai. Setiap patung kecil, setiap benda hasil budaya yang terkumpulkan, setiap benda hasil penyatuan pecahan-pecahan barang purbakala, selalu mereka hubungkan-hubungkan dengan sesuatu kepercayaan atau sebangsanya. Tetapi kalau ada sesuatu benda yang tidak cocok dengan ketentuan agama yang ada, sekalipun dengan paksa dicocokcocokkan, maka disulaplah suatu cara pemujaan orang sinting, seperti halnya tukang sulap menyulap kelinci dari dalam kayu. Maka terpecahlah persoalannya.
Tetapi bagaimana kalau gambar-gambar dinding di Tassili, atau di Amerika Serikat atau di Perancis benar benar mereproduksikan apa yang pernah dilihat orang-orang primitif? Apa yang harus kita katakan, jika spiral pada tanduk dewa Mars itu benar-benar menggambarkan antena, tepat seperti apa yang dilihat orang-orang primitif pada dewa yang tidak dikenalnya? Apakah tidak mungkin bahwa apa yang seharusnya tidak ada, kenyataannya memang pernah ada?
Jadi, seorang semi beradab yang namun cukup terampil untuk membuat lukisan-lukisan dinding, sebenarnya tak mungkin setengah beradab.
Gambar dinding yang melukiskan wanita putih di Brandenberg, Afrika Selatan,mungkin gambar dari abad ke duapuluh ini. Wanita itu bercelana ketat, memakai sarung tangan tali, kaos kaki dan selop. Wanita itu tidak sendirian, di belakangnya ada seorang lelaki kurus membawa tongkat berduri, ia memakai helm yang berkelap menadah sinar matahari. Dengan mudah gambar ini dianggap gambar modern, tetapi yang menjadi persoalan ialah bahwa gambar itu terdapat dalam gua. Semua dewa yang digambarkan pada lukisan dalam gua di Swedia dan Norwegia berkepala sama dan aneh. Para arkeologis menyebutnva kepala binatang. Tetapi apakah tidak menggelikan kalau ada umat yang menyembah kepala binatang. Dan apakah tidak menggelikan kalau ada umat yang menyembah makhluk yang juga mereka sembelih untuk dimakan? Kita sering melihat kapal terbang dan lebih sering lagi yang berantena khas.
Patung-patung berpakaian berat terdapat lagi di Val Camonica, Brescia Itali. Patung-patung itu juga bertanduk.
Saya bukan hendak bersikeras menyatakan bahwa para penghuni gua Itali itu bepergian pulang pergi antara Itali dan Amerika Utara atau Swedia, atau antara Sahara dan Spanyol untuk mengajarkan pembawaan dan daya cipta mereka. Namun demikian pertanyaan tetap mengiang di telinga : “Mengapa manusia primitif di berbagai tempat yang berjauhan satu sama lain dan masing-masing bebas dari satu sama lain, membuat patung-patung yang serupa ; yakni makhluk berpakaian berat dan berantena di kepalanya. Kalau patung patung demikian itu hanya terdapat di suatu tempat, saya tidak akan membuang-buang waktu untuk mempersoalkannya. Tetapi, seperti dikatakan di atas, benda-benda ganjil dan aneh itu terdapat hampir dimana-mana.
Setelah kita melihat jauh ke belakang ke masa silam kita dengan pandangan zaman sekarang dan
menggunakan fantasi zaman teknologi sekarang untuk mengisi jurang pemisah antara kedua zaman itu, maka kerudung yang menyelubungi kegelapan mulailah tersingkap
.
KERETA PERANG YANG MENYALA-NYALA DARI LANGIT
Kira-kira pada awal abad ini terjadi suatu penemuan yang menggemparkan, yakni penemuan lembaran lembaran hikayat terbuat dari tanah liat, yang memuat sanjak kepahlawanan yang sangat ekspresif. Bendabenda itu milik perpustakaan Raja Asria, Ashurbanipal. Sanjak itu ditulis dalam bahasa Akadia. Setelah itu ditemukan lagi salinan keduanya yang berasal dari raja Murabi.
Telah terbukti dengan nyata bahwa versi asli dari sanjak kepahlawanan Gilgamesh itu berasal dari bangsa Sumeria, suatu bangsa yang asal-usulnya tidak dikenal, tetapi pernah meninggalkan bilangan yang terdiri dari lima belas angka itu dan astronomi yang sudah maju. Jelas juga kiranya bahwa garis besar dari sanjak kepahlawanan Gilgamesh itu sejajar dengan kitab Kejadian.dari Bibel. Lembaran hikayat pertama yang ditemukan di Kuyunjik ada hubungannya dengan pembangunan tembok sekeliling Uruk oleh pahlawan Gilgamesh. Lembaran hikayat itu dapat dibaca bahwa “Dewa dari Sorga” hidup dalam istana negara yang mempunyai banyak lumbung dan bahwa pengawal istana berjaga-jaga di atas tembok itu. Dari hikayat itu dapat diketahui pula bahwa Gilgamesh adalah balatentara yang tubuhnya dua pertiga dewa dan sepertiga manusia. Para pengarak yang datang ke Uruk dan menatap pada Gilgamesh, menggigil ketakutan karena wajahnya jauh dari tampan dan gagah. Dengan perkataan lain, keterangan pertama dari hikayat itu sekali lagi mengandung gagasan tentang keturunan campuran antara “dewa” dan manusia.
Lembaran ke dua dari hikayat itu menceriterakan bahwa seorang tokoh lain, yakni Enkidu telah diciptakan oleh seorang “dewi “ dari sorga bernama Auru. Enkidu diterangkan terperinci sekali dalam hikayat itu. Badannya berbulu lebat, bajunya dari kulit binatang, makanannya rumput dan minumannya air dari tempat minum ternak.
Ia suka bersenang-senang di bawah air terjun yang deras. Ketika Gigamesh, raja dari Uruk mendengar tingkah laku Enkidu yang aneh ini, ia menyarankan supaya Enkidu dikasih wanita cantik agar dia ke luar dari lingkungan ternak. Enkidu yang tak berdosa itu telah terjebak oleh muslihat raja, dan hidup bersama dengan wanita setengah dewi yang cantik jelita selama enam hari enam malam. Sekelumit peristiwa mesum dalam istana ini, menyebabkan kita menduga bahwa perkawinan silang antara makhluk setengah dewa dan makhluk setengah binatang tidaklah menjadi persoalan susila dalam dunia yang biadab ini.
Lembaran ke tiga dari hikayat itu, mengkhabarkan kepada kita tentang adanya awan debu yang datang dari jauh.
Sorga meraung -raung, bumi goncang dan akhirnya “dewa matahari” datang dan menyergap Enkidu dengan sayapnya, dan badan Enkidu yang menjadi amat berat itu menggeletak bagaikan batu besar.Demikian yang dapat kita baca.
Sekalipun kita anggap ceritera itu hanya khayalan belaka dari pengarangnya namun hal-hal yang mengherankan masih tetap ada. Bagaimana para pengkisah lama itu mengetahui bahwa Enkidu itu dengan mendadak menjadi berat bagaikan timah?
Sekarang kita mengetahui gaya tarik bumi dan gaya akselerasi kecepatan benda yang jatuh bebas dari atas.
Beberapa besar gaya tarik bumi yang menekan badan astronot kepada kursinya pada waktu lepas landas dapat diperhitungkan sebelumnya. Tetapi, bagaimana gagasan ini timbul pada para pengkisah hikayat purbakala?
Lembaran ke lima dari hikayat itu menerangkan bagaimana Gilgamesh dan Enkidu berangkat bersama-sama berkunjung ke tempat bersemayam “para dewa”. Menara tempat kedudukan dewi Irninis dari jauh dapat dilihat bersinar. Anak panah dan peluru yang menghujani Gilgamesh dan Enkidu yang sangat berhati-hati dalam perjalanannya itu, semua tak ada yang membahayakan, semuanya mental. Dan ketika mereka sampai di wilayah “para dewa” terdengar suara menggema: “Kembali ke tempatmu ! Tak seorang manusia pun diperkenankan datang ke gunung suci tempat tinggal para dewa, barangsiapa menatap wajah para dewa pasti mati”. Pun dalam Exodus dapat kita baca “Engkau tidak akan melihat wajahku karena tiada seorang manusia melihat daku dan hidup”.
Lembaran ketujuh melaporkan pengalaman penerbangan Enkidu ke ruang angkasa. Ia dibawa terbang oleh seekor garuda selama empat jam. Ia dibawa terbang dalam cakar garuda. Ia melaporkannya secara harafiah sebagai berikut “Garuda itu berkata kepadaku: ‘Lihatlah ke bawah, ke tanah ! Seperti apa rupanya? Lihatlah ke laut ! Kelihatannya seperti apa?’ Dan tanah bagaikan sebuah gunung dan laut bagaikan sebuah danau. Dan dia terbang lagi selama empat jam dan berkata kepadaku: ‘Lihatlah ke bawah, ke tanah ! Seperti apa rupanya?
Lihatlah ke laut. Kelihatannya seperti apa?’Dan bumi seperti kebun dan laut seperti saluran air dari tukang kebun. Dan ia terbang lebih tinggi selama empat jam lagi dan berkata ‘Lihatlah ke bawah, ke tanah. Seperti apa rupa nya? Lihatlah ke laut. Kelihatannya seperti apa?’ Dan tanah kelihatannya seperti bubur dan laut seperti air minum ternak”
Berdasarkan laporan ini pasti ada beberapa makhluk hidup yang pernah melihat bumi dari angkasa, dari ketinggian yang tinggi sekali. Laporan ini, karena begitu tepat, sukar untuk disebut khayalan. Bagaimana orang dapat melaporkan bahwa tanah bagaikan bubur dan laut bagaikan bak air minum ternak, kalau tidak pernah ada gambaran tentang bola dunia dilihat dari ketinggian.
Apabila lembaran hikayat itu juga menceri terakan tentang pintu yang dapat berbicara bagaikan manusia hidup, kita segera akan menyebutnya pengeras suara. Sedangkan pada lembaran, kedelapan, Enkidu yang telah melihat bumi dari ruang angkasa itu, dilaporkan meninggal dunia secara misterius; sedemikian misteriusnya sehing ga Gilgamesh menduga bahwa Enkidu telah dihantam oleh hembusan beracun binatang buas dari sorga. Tetapi dari mana Gilgamesh tahu bahwa hembusan beracun dari binatang buas sorga itu dapat menyebabkan penyakit yang fatal dan tak tersembuhkan?
Lembaran ke sembilan dari hikayat itu melukiskan duka cita Gilgamesh. Ia berniat mengadakan perjalanan
jauh untuk menemui para dewa, karena ia selalu digoda oleh pikiran bahwa ia pun mungkin akan mati karena
penyakit yang sama, seperti yang diderita oleh Enkidu. Lukisan itu menjelaskan bahwa Gilgamesh mendatangi
dua buah gunung yang menopang sorga dan merupakan gerbang ke matahari. Di pintu gerbang ini ia
bertemu dengan dua raksasa, dan setelah lama berunding dengan mereka, ia diizinkan masuk; karena ia
sendiri sebenarnya dua pertiga dewa. Akhirnya Gilgamesh dapat menemukan taman para dewa, yang
dikelilingi oleh lautan luas tanpa batas.
Ketika Gilgamesh masih dalam perjalanan, para dewa memperingatkannya dua kali: “Gilgamesh, hendak ke
mana engkau bergegas? Engkau tidak akan menemukan kehidupan yang kau cari. Ketika para dewa
menciptakan manusia, mereka sudah menentukan kematiannya. Tetapi nyawa yang ia miliki ada dalam
pemeliharaan para dewa”. Tetapi Gilgamesh tidak mau diperingatkan, ia ingin bertemu dengan Utnapishtin
bapak dari segenap manusia, tak perduli apapun bahaya yang akan mengancam. Namun Utnapishtin hidup di
seberang laut luas tanpa batas; tak ada jalan menuju ke sana, tak ada kapal yang terbang melintasi laut itu,
kecuali kapal milik dewa matahari. Gilgamesh memberanikan diri menantang segala bahaya dan menyeberangi
lautan luas itu. Maka bertemulah ia dengan Utnapishtin. Pertemuan itu diuraikan dalam lembaran ke sebelas.
Gilgamesh berpendapat bahwa bapak segenap manusia itu tubuhnya sama besar dan sama tinggi dengan
tubuhnya sendiri. Ia mengatakan bahwa ia dengan Utnapishtin bagaikan ayah dan anak kandung. Kemudian
Utnapishtin menceriterakan riwayat hidupnya sendiri. Sungguh aneh, ia menceriterakannya kepada manusia
pertama. Lebih mengherankan lagi ialah uraian yang mendetail tentang banjir besar itu: Utnapisthin
menceriterakan kembali bahwa “para dewa” telah memperingatkannya akan adanya air bah besar itu, dan
memerintahkan nya untuk membuat kapal bahtera, untuk menyelamatkan wanita dan anak-anak, keluarganya
sendiri, dan para pengrajin dari segala bidang. Uraiannya tentang badai yang dahsyat, tentang kegelapan,
tentang air bah yang terus-menerus meningkat dan tentang kesedihan orang-orang yang tidak dapat
diselamatkannya.
Kita juga mendengar dari hikayat ini seperti halnya dalam Bibel tentang nabi Nuh, tentang burung gagak dan
burung merpati yang dilepaskan, dan tentang bagaimana akhirnya setelah air surut; kapal itu kandas di atas
sebuah gunung.
Kesesuaian antara ceritera tentang banjir besar dalam sanjak kepahlawanan Gilgamesh dan yang diuraikan
dalam Bibel, tak dapat diragukan, sehingga tak ada seorang sarjanapun yang membuat keterangan tandingan
terhadap itu. Yang menarik dari kesesuaian ini ialah bahwa dalam hal ini kita berurusan dengan pertanda atau
alamat, dan “Tuhan” atau “dewa” yang berlainan sama sekali. Andaikata keterangan tentang banjir besar itu
dalam Bibel tidak orisinil, maka keterangan yang diuraikan oleh Utnapishtin itu merupakan keterangan dari orang pertama yang selamat dan yang telah mengalami dan melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.
Telah dibuktikan dengan jelas sekali bahwa malapetaka banjir besar itu telah terjadi di Timur kuno beberapa
ribu tahun yang lalu. Tulisan-tulisan kuno di Babilonia kuno menunjukkan dengan tepat sekali tempat di mana
sisa-sisa kapal itu akan dapat ditemukan. Dan ternyata di sebelah Selatan puncak gunung Ararat, para
penyelidik telah menemukan tiga potong kayu yang diduga keras dapat menunjukkan tempat di mana kapal
bahtera itu dahulu kandas. Amat kebetulan sekali bahwa tempat di mana ditemukan bekas-bekas kapal kayu
yang lolos dari amukan air bah lebih 6000 tahun yang lalu itu amat dekat dari tempat yang ditunjuk itu.
Selain dari merupakan laporan tangan pertama, sanjak kepahlawanan Gilgamesh itu memuat uraian tentang
hal-hal luar biasa yang tidak mungkin lagi dikarang oleh para cendekiawan dari zaman penulisan sanjak itu,
selain yang diciptakan oleh para penterjemah dan para penjiplak yang merusak sanjak itu selama berabad abad.
Ini terbukti dari adanya fakta-fakta terpendam di antara uraian-uraian yang seharusnya diketahui oleh
para penulis sanjak kepahlawanan Gilgamesh dan yang hanya mungkin dapat kita temukan sekarang melihat
kecerahan ilmu pengetahun masa sekarang.
Barangkali beberapa pertanyaan baru berikut akan menyinari sedikit kegelapan itu. Apakah mungkin bahwa
sanjak kepahlawanan Gilgamesh itu sama sekali bukan berasal dari Timur kuno, melainkan dari daerah
Tiahuanaco? Masuk akalkah kalau dikatakan bahwa anak cucu keturunan Gilgamesh berasal dari Amerika
Selatan, dan yang membawa pindah sanjak kepahlawanan itu ke Timur kuno? jawaban atas pertanyaan itu
paling-paling hanya akan menjelaskan sebutan tentang Gerbang Matahari, tentang penyeberangan laut luas
oleh Gilgamesh dan tentang sekonyong-konyong munculnya bangsa Sumeria. pada waktu yang bersamaan
dengan adanya Gerbang Matahari itu dan lain sebagainya.
Kita telah sama-sama mengetahui bahwa segala karya cipta dari Babilon yang terjadi kemudian, telah terjadi di zaman bangsa Sumeria itu. Tak dapat diragukan lagi bahwa kebudayaan Mesir yang telah maju dari zaman
Fir’aun itu memiliki perpustakaan di mana rahasia-rahasia purbakala itu di pelihara, diajarkan, dipelajari dan
dikutip.
Sebagaimana telah disebut di Bibel, Nabi Musa dibesarkan dalam istana di Mesir. Ia pasti dapat memasuki ruang
perpustakaan yang dimuliakan itu. Nabi Musa adalah orang terpelajar dan terbuka bagi gagasan baru. Dan
Memang ia diduga telah menulis lima buku tentang dirinya walaupun sampai sekarang masih merupakan teka -
teki yang tak terpecahkan dalam bahasa apakah ia telah menulis buku-buku itu.
Jika karya tentang hipotesa bahwa sanjak ke pahlawanan didatangkan ke Mesir oleh bangsa Sumeria melalui
bangsa Assyiria dan bangsa Babilonia; bahwa Nabi Musa itu menemukan di sana, dan kemudian
menulisnya kembali dalam bahasa Ibrani. Nabi Musa tidak pernah merubah tempat tinggal seorang nabi bernama Nuh yang mendapat perintah dari Tuhan untuk membangun sebuah bahtera.itu menjadi di tanah Palestina (sekarang Israel). Nabi Musa menulis di kitab Bibel bahwa nabi Nuh memang tinggal di tanah Urkasdim dan tempat itu adalah wilayah Sumeria. Saya pernah membaca tulisan pada sebuah blog yang mengatakan bahwa tulisan nabi Musa tentang air bah tidak orisinil. Memang, bisa saja tulisan pada kitab Kejadian (Genesis) adalah saduran dari tulisan bangsa Sumeria tetapi yang di tulis nabi Musa adalah fakta.
Dan akhirnya saya sampai pada satu kesimpulan bahwa seluruh rahasia dan misteri alam semesta (kosmos) ini ada tertulis di dalam kitab Bibel.Tidak jadi masalah apakah itu saduran dari tulisan-tulisan budaya bangsa lain yang dilakukan Musa ke dalam kitab Bibel, Yang jelas kebenaran isi kitab Bibel tentang rahasia dan misteri alam semesta ini tak dapat diragukan lagi, tinggal bagaimana kita menyelidiki serta memahami tulisan tulisan di dalamnya.
Dan harap anda semua ketahui, bahwa Musa pernah membelah Laut Merah hanya dengan memohon kepada Allah Ini membuktikan bahwa ada Energi atau Zat ataupun Roh yang mengatur alam semesta ini..
Mungkin saja yang kita sebut para malaikat Tuhan selama ini adalah para makhluk cerdas dari planet lain di kosmos. Mereka adalah para makhluk yang sudah berperadaban sangat tinngi dengan tata cara hidup yang suci seperti yang dianjurkan dalam kitab suci beberapa agama di bumi ini.Mungkin juga mereka mengakui dan percaya bahwa ada satu Energi atau Zat ataupun Roh yang Maha Segalanya to create (mencipta), to direct (mengatur) alam semsta ini yang kita sebut Allah.